Survei PilPres…antara Gus Dur dan sang pembisik
“Lal, perusahaan gw terbaik lho di industrinya” ucap temen gw bangga
“Kata sapa bro“
“Hasil dari survei internal kita yang dilakukan oleh konsultan independent”
“oooohhhhhhhhhhhhhhhhhhh”
He he he.. survei lagi…. survei lagi… atau lagi-lagi survei ya…
Entah kenapa beberapa waktu belakangan ini yang namanya survei kayaknya lagi jadi barang perbincangan menarik.
Adu pendapat dari masing-masing lembaga survei yang saling meng-klaim dirinya paling benar atau nomor satu (dah kayak kecap aja yak…) turut meramaikan Pemilihan Presiden kali ini.
Banyak pula terlontar kecaman yang mempertanyakan akuntabilitas serta independensi dari lembaga-lembaga survei itu, karena menurut para pengecam tersebut, hasil survei PilPres yang ada, cenderung memihak kepada salah satu partai atau merupakan hasil pesanan dari partai tertentu untuk membentuk opini publik yang pada akhirnya juga mengarahkan hasil pemilihan itu sendiri.
Jadi dianggap sebagai bagian dari black campaign alias kampanye hitam.
Bingung khan….
Sama dunk… gw juga sebenarnya bingung knapa dibilang kampanye hitam, tapi emang sih ada banyak tipe kampanye, ada kampanye positif, kampanye negatif dan ada kampanye hitam.
Pokoke gitu dech… intinya menurut sebagian besar para pengecam, hasil survey yang ada adalah pesanan TITIK.
Terlepas dari masalah benar tidaknya kecaman tersebut, kayaknya asik juga ya kalau gw nyewa sebuah lembaga survei untuk menge-chek “seberapa ganteng gw dimata para wanita”….
Awas aja kalo hasilnya tidak memuaskan… gw bayar kok…. hua ha ha ha….
***narsis dot com***
Lalu apa sih tujuannya orang melakukan survei ?
Ga lain dan ga bukan adalah upaya untuk meng-kuantitatif-kan sesuatu yang kualitatif, atau upaya untuk mendapatkan data dari lapangan yang diterjemahkan dalam bentuk angka-angka, sehingga dari situ bisa ditarik kesimpulan mengenai sesuatu hal
Bahasa gampangnya nech merubah sesuatu yang tidak terukur menjadi terukur atau merubah sesuatu yang tidak berbentuk menjadi berbentuk……… Hiiiiii…. Syerem….
Memang tidak dapat dipungkiri betapa pentingnya data di era persaingan yang teramat sangat ketat saat ini.
Karena dengan data yang akurat dan terkini, diolah dengan pengalaman serta pengetahuan yang dimiliki, dapat menjadi informasi yang sangat dibutuhkan untuk bisa mengambil suatu keputusan penting di saat-saat kritis dalam rangka memenangkan pertempuran/persaingan.
Jadi inget teguran keras bos gw beberapa tahun yang lalu, gara-gara gw asyik mendebat sesuatu hal di sebuah meeting perusahaan tanpa data yang cukup, hanya berdasarkan asumsi dan intuisi aja.. alias feeling he he he….
“Ingat ya helal !!!”
“Tidak perlu data jika kita bicara dengan Tuhan, tapi kalau bicara dengan sesama manusia, maka kita perlu data !!!”
Busyet dech.. sedemikian susahnya ya ngeyakinin manusia…
Ya iyalah…. Kalo nggak gitu… dunia jadi kurang ceria donk ya… itulah sebabnya manusia diberikan akal pikiran… supaya bisa berpikir…
Dengan berbagai macam perbedaan latar belakang dari mulai pendidikan, kebudayaan, pengalaman, kepentingan, maka nggak heran kalau ada perbedaan pendapat dalam menilai suatu objek.
Objek penelitiannya sama… hasil bisa beda… apa lagi kalo objeknya beda ya….
Dan seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, salah satu cara untuk mengumpulkan data dalam rangka meyakinkan manusia, ya dengan survei.
Sebenarnya sih, survei bukan barang yang aneh… wong gw sendiri hampir saban proyek gw kelar, harus ngejar-ngejar survei kepuasan pelanggan kok…
Tapi mo gimana lagi caranya meyakinkan para bos besar di belahan dunia yang lain mengenai performance gw, selain dari data-data yang berupa angka hasil dari survei kepuasan pelanggan tersebut.
Pokoke yg gw perhatiin, semakin tinggi posisi seseorang maka akan semakin berkutet dengan angka-angka …. Semua diukur ama angka… termasuk angka gaji yang bakal diterima.. hua ha ha….
Survei itu, sesuatu yang menurut gw, kalo di Indonesia ini lebih besar subyektifnya daripada obyektifnya, lebih banyak ke perasaannya daripada logikanya.
Mo tau alasan kenapa gw berpendapat seperti itu, nech gw kasih contoh aja yak…
Satu kali, gw ngisi survei kepuasan pelanggan salah satu perusahaan, gw isi dengan setulus hati, kesadaran yang penuh, objektif, dengan maksud dan itikad yang baik buat perbaikan dan kemajuan perusahaan tersebut
Apa yang terjadi ???
Ga sampe 1 hari gw ditelp oleh account managernya, mohon-mohon supaya gw merevisi survei kepuasaan pelanggan yang gw isi sebelumnya karena dia terancam dipecat.
Apaboleh buat, diulang lagi deh… kali ini bisa ditebak dunk isian gw gimana ?
Ya wess lah… dasar orang Asia…. En dasarnya gw ini orang yang baik hati serta tidak sombong….. seng penting everybody happy and no body get fired…..
Jaman Gus Dur dulu, yang paling ditakuti itu adalah para pembisik beliau, karena para pembisik ini bisa membuat nasib orang menjadi tempe atau pun sebaliknya.
Salah satu kekurangan dari Gus Dur adalah terbatasnya penglihatan beliau, sehingga beliau membutuhkan bantuan dari orang sekelilingnya untuk memberitahukan visual yang ada dihadapannya.
Kalo sang pembisik orangnya jujur, nggak punya kepentingan cuman mentransfer data yg ada selengkap-lengkapnya sedetail-detailnya tanpa polesan pendapatnya sih ok ok aja, karena khan proses berpikirnya tetep ada di Gus Dur…
Tapi kalo data yang diminta, dipoles dengan tambahan pengetahuan, perasaan dan kepentingannya sang pembisik, nggak detail, ada yang ditutupi…. nah.. ini dia yg bisa bikin berabe….
Lho… kok tiba-tiba pindah ke Gus Dur ??
Karena menurut gw, terkadang kita ini sudah sama aja dengan Gus Dur….
Akibat “ketidak mampuan” kita untuk mendapatkan data mengenai suatu hal, kita ini membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa mendapatkan data yang dibutuhkan untuk proses berpikir kita.
Nah, jadilah kita dibisikin oleh para lembaga survey mengenai sesuatu hal, kita disodori angka-angka yang tanpa kita tahu bagaimana, dimana, kapan, oleh siapa, untuk apa angka-angka itu didapat atau survey itu dilakukan.
Tapi kita percaya memang begitu datanya serta beropini memang itulah yang sebenarnya terjadi..
Kemudian tanpa kita sadari, kita memproses data olahan tersebut dalam otak kita untuk kemudian dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan kita.
Nah, apa bedanya kita dengan Gus Dur ?
Dalam kasus survey ini, bisa saja tidak ada bedanya khan ?
Makanya, akuntabilitas dan independensi baik sang pembisik dan lembaga survei benar-benar dibutuhkan supaya kita tidak tersesat dalam mengambil keputusan.
Cilakanya… kita kadang lebih percaya dengan data-data dari hasil survey daripada Tuhan, ga percaya… ?
Coba aja cari contohnya sendiri… ke ke ke….
Lalu, gimana menyikapi hasil survei pilpres ? siapa yang harus kita pilih…
Ya sudahlah… sholat istikhoroh aja…
Minta kepada Allah supaya dibantu dipilihkan yang terbaik bagi bangsa ini…..
http://helallf.wordpress.com/
http://helallf.blogspot.com/
http://helallf.blogdetik.com/
Wednesday, June 24, 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)