Istirahat : Kualitas Vs Kuantitas
Istirahat, kenapa kita perlu istirahat, karena badan kita ini ada batasnya, baik secara fisik maupun pikiran, ada tingkat kelelahan yang kalau dipaksakan malah bisa berakibat buruk bahkan fatal. Dari mulai demotivasi, kram otak (alias nggak ada ide), bodoh mendadak atau mendadak bodoh, stroke, bahkan kematian.
Meskipun masing-masing orang tentu memiliki batas yang berbeda-beda satu dengan yg lainnya, tapi tetep kita butuh istirahat. Take a break istilah kerennya.
Waktu kuliah dulu, Gw sempet takjub dengan kata-kata Pak Habibie mengenai definisi istirahat yang menurut beliau, perpindahan dari satu aktifitas ke aktifitas yg lain adalah istirahat.
Jadi kalau kita membaca buku kemudian kita main bola, itu adalah proses istirahat.
Gw sempet bingung plus mikir.. kok pinter bgt ya ini orang… atau gw-nya yg guoblok banget karena ga bisa nangkep esense dari perkataan tersebut, karena yang selama ini terpatri dalam otak gw, istirahat ya cuman tidur… hua ha ha…
Tapi seiring dengan berjalannya waktu, lama-lama gw ngerti juga definisi istirahat, knapa Pak Habibie bisa memberikan definisi istirahat yang sedemikian uniknya.
Kesimpulannya menurut gw, memang ada 2 jenis istirahat, istirahat jasmani dalam artian tidur.. asal jangan tidurnya kepanjangan… he he he.
Istirahat jenis ini, lebih kepada memenuhi kebutuhan tubuh untuk memperbaiki metabolisme.
Tapi istirahat jasmani belum cukup tanpa istirahat rohani, pasti pernah dong, ngalamin tidur yg nggak tenang, meskipun tidur dah 12 jam lebih tetep aja pas bangun badan pegel-pegel… wong tidurnya mikir… entah mikir apaan….
Oleh karena itu ada istirahat rohani nggak kalah penting, yaitu melakukan aktifitas lain yang menyenangkan, yang 100% bisa melupakan aktifitas sebelumnya, sehingga ketika kita kembali melakukan aktifitas awal, kita sudah segar kembali.
Inget ya… kata kuncinya Menyenangkan dan 100% bisa melupakan aktifitas sebelumnya.
Bingung khan… sama donk.. hua ha ha…
Tapi simplenya mah gini aja….
Dari pengalaman gw, meskipun gw libur sabtu minggu or even 2 minggu, kalau gw tetep mikir kerjaan, tetep aja waktu kembali ke kantor sehabis cuti or liburan gw nggak ngerasa re-charge tapi malah semakin capek dan capek, ga ada ide dan semakin demotivasi
Atau selama liburan, gw melakukan aktivitas lain yang kurang atau tidak menyenangkan hati serta pikiran gw, pasti gw juga nggak terlalu bersemangat ketika masuk kerja, udah tetep mikir kerjaan selama liburan plus ngelakuin aktivitas lain yang kurang atau tidak menyenangkan.… walah… mending nggak usah libur aja khan… percuma… malah bikin stress kuadrat.
Tapi kalo selama liburan gw bener-bener lupa ama masalah-masalah kerjaan, dalam artian nggak ada PR kerjaan yang membuntuti pikiran kita, en kita ngelakuin aktifitas bersama keluarga yang bener-bener fun… so pasti pas balik ke dunia kerja rasanya seger banget and re-motivated.
Contoh lain…
Gw suka olahraga airsoft gun, aktifitas yang gua anggap sebagai aktifitas istirahat selain olahraga.
Ketika gw main airsoft gun, yang notabene cuman 2 jam, tapi bener-bener gw nikmatin, lupa ama kerjaan dan beban hidup lainnya, sehabis gw main airsoft gun, mau secapek apapun tapi tetep aja badan berasa seger, ide kembali muncul kayak jamur di musim hujan.
Namun kalo sepanjang main airsoft gun gw masih mikirin kerjaan, atau masalah lain, udah pasti sepanjang permainan gw nggak ngerasa nikmat, ga semangat, yg ada selesai main malah semakin pegal, pusinx and capek.
Hmmm…… Gw jadi ngerti meskipun belum tentu setuju (***cari selamet mode on***), knapa banyak orang yang suka dugem sehabis pulang kerja, padahal besok paginya harus kembali beraktivitas.
Yg gw liat, temen-temen gw yg ngelakuin dugem murni karena ingin beristirahat melepas penat, besok paginya ya seger-seger aja en tambah banyak idenya, sedangkan temen-temen gw yg ngelakuin dugem dalam rangka kerjaan atau masih mikir kerjaan, ya besoknya ada aja keluhannya, malah nambah banyak.
Setiap orang punya cara yang berbeda untuk melepas lelah, beristirahat, tapi dari sini gw cuman bisa simpulin, ada beda memang antara kualitas dan kuantitas, yang bagusnya sih kualitas dapat, kuantitas dapat, tapi yg terpenting kalo nggak bisa dapat dua-duanya ya, kualitas harus diutamakan.
Itu sebabnya, banyak rekan yang tidak mau membawa kerjaan pulang ke-rumah karena mereka benar-benar ingin istirahat, melakukan sesuatu yang menyenangkan bersama keluarga di rumah, melupakan sejenak segala permasalahan yang ada, sehingga besok paginya bisa kembali ber-aktifitas dengan sempurna.
Kalaupun terpaksa membawa pekerjaan ke-rumah, musti dipikirin tuch, cara menyenangkan diri sendiri dalam waktu singkat… he he he (***set mode pikiran iseng : on***)
Terbuka juga pikiran, knapa kita, yang beragama Islam, disuruh sholat sehari 5 kali, karena waktu sholat itu, kalau kualitas-nya benar-benar terjaga, maka sebetulnya kita sedang melakukan istirahat dari pekerjaan yang sedang kita lakukan. Dan kembali, kalau kualitas sholat itu benar-benar terjaga, bukan sekedar asal nunggang nungging memenuhi kewajiban, pasti dech, selesai sholat, motivasi menjadi naik, badan seger kembali.
Jadi ngerti juga, knapa sebelum tidur kita dianjurkan berdoa.. malah berzikir.. supaya kita bisa masuk lebih tenang dan damai masuk ke alam tidur kita… lebih dalam… lebih dalam… lebih dalam…. Hua ha ha… dah kayak Tommy Raffael aja ya…
Tapi emang begitu… tadi malam gw coba… sebelum gw tidur… gw tenangkan diri gw dulu…berdoa, baca-baca… dan tidur… bangun pagi… seger bet…. Dapet dech istirahat jasmani dan rohani secara bersamaan. Makanya gw bisa nulis sepanjang ini…. He he he
Kita simpulin aja ya biar nggak kepanjangan.
• Carilah sebuah hobi yang positif yang bisa benar-benar menyenangkan anda, yang sewaktu-waktu bisa anda lakukan untuk beristirahat.
• beristirahatlah tidak hanya secara jasmani namun secara rohani dengan mencari aktifitas yang benar-benar menyenangkan yang bisa melupakan sejenak permasalah yang sedang kita hadapi.
• Jangan suka menunda pekerjaan, yg bisa bikin anda tidur sambil mikir… bikin anda main ama anak sambil mikir… bikin anda ngobrol santai dengan bini sambil mikir masalah kantor… yg ada malah brantem akhirnya kale… dll.
• Jadikanlah ibadah salah satu hobi anda yg menyenangkan untuk beristirahat melepas lelah, sehingga anda mendapat pahala yang sesungguhnya… pahala dunia dan akhirat, jasmani dan rohani.
Monday, May 25, 2009
Monday, May 4, 2009
Menebak cawapres pasangan SBY
Menebak cawapres pasangan SBY
Beberapa hari ini, asyik juga melihat drama politik yg sedang terjadi di negara kita tercinta.
Setelah pagelaran pertunjukan drama pemilu legislatif yang benar-benar hingar bingar, dan penuh dengan kejutan disertai berbagai permasalahan seputar perhitungan suara yang tak kunjung usai.
Nah, mulailah kita memasuki babak baru sebagai bagian dari proses pemilu 2009, yaitu pemilihan calon presiden dan wakil presiden.
Meski hasil rekapitulasi perhitungan suara pemilu legislatif belum usai, namun sementara ini nampaknya 3 besar dikuasai oleh PD, PDI, Golkar.
Koalisi-koalisi pun mulai terjadi diantara para partai untuk kemudian bersama-sama mengusung pasangan capres dan cawapres.
PD dan Golkar yang sebelumnya berpasangan, kelihatannya pecah alias cerai, ada kesepakatan yang tidak tercapai diantara keduanya. Dengan demikian, baik PD dan Golkar akhirnya pun berkoalisi dengan partai-partai lainnya. Padahal, menurut berbagai analisa, pasangan PD dan Golkar adalah pasangan yang sangat serasi untuk menjaga kestabilan politik dalam rangka mencapai kesinambungan pembangunan yang telah dan akan dicapai.
Dari 3 partai besar tersebut, kelihatannya baik PDI maupun Golkar sudah mendekati keputusan akhir mengenai pasangan capres dan cawapres yang akan diusungnya. Golkar mengusung pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto sedangakan PDIP nampaknya mengusung pasangan Prabowo-Puan Maharani.
Terlepas dari berbagai analisa mengenai alasan mengapa dan bagaimana kekuatan koalisi yang dihasilkan oleh masing-masing pasangan yang sudah ada, namun menarik memperhatikan bahwa PD belum juga mengumumkan cawapres yang akan mendampingi SBY
Tersebut di media ada 19 kandidat cawapres yang sedang digodok oleh PD untuk dipasangkan dengan SBY, kandidat tersebut dari professional (Budiono, Sri Mulyani) dan dari partai (Akbar Tanjung, Sutrisno Bahir, Hatta Radjasa, Hidayat Nurwahid, ), dll.
Menilik nama-nama kandidat cawapres yang akan dipasangkan dengan PD, kalo menurut saya, yang paling top kalau SBY berani memilih Akbar Tanjdung sebagai cawapres mendampingi dirinya.
Pertimbangan politis pendapat saya ini didasarkan kepada issue-issue yang menyatakan bahwa di dalam internal partai Golkar sendiri terdapat perpecahan dan tidak terlalu puas dengan kinerja Jusuf Kalla menilik hasil sementara dari pemilu legislatif.
Akbar Tandjung yang saat ini sedang terdepak dari singgasana kekuasaan parttai Golkar dikenal sebagai politikus ulung, pernah menjabat berbagai posisi penting di pemerintahan (Menpora 1988-1993, Menpera 1993-1998, Mensesneg 1998-1999), menjadi ketua DPP Golkar 1998-2004 yang secara bersamaan menjadi ketua DPR RI periode 1998-2004.
Akbar Tandjung bisa dikatakan memiliki profile yang pas untuk dipilih mendampingi SBY, karena didukung oleh pengalaman organisasi, dan pemerintahan (eksekutif dan legislative) yang dimilikinya, Akbar bisa masuk dan berkomunikasi dengan baik dengan semua partai yang memiliki platform berbeda-beda.
Pribadi Akbar yang lebih tenang dalam berpikir, strategic dalam bertindak namun tegas, tentu akan lebih cocok mendampingi SBY daripada Jusuf Kalla yang cenderung meledak-ledak, ceplas-ceplos, sehingga terkesan lebih presiden ketimbang presidennya sendiri.
Ketidakcocokannya kepada Agung Laksono (Ketua DPR-RI saat ini), seseorang yang dianggap telah menghianati dirinya dengan memenangkan Jusuf Kalla sebagai ketua DPP Golkar padahal sudah dibantu oleh Akbar untuk menjadi ketua DPR, adalah sebuah cerita yang dapat dimanfaatkan oleh SBY untuk merangkul kekuatan Golkar dari belakang.
Akbar juga tidak terlalu cocok dengan Jusuf Kalla dan memang terlihat bahwa duet Agung Laksono dan Jusuf Kalla tidak memberikan ruang gerak yang cukup bagi Akbar untuk kembali berpolitik, meskipun Akbar sendiri tidak semerta merta keluar dari Golkar dan bergabung dengan partai politik lain atau membentuk partai politik baru. Entah karena kesetiaan kepada partai yang telah membesarkan dirinya atau karena Akbar menyadari bahwa Golkar adalah sebuah mesin politik yang luar biasa besar yang jika dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan yang dapat menguasai baik legislatif maupun eksekutif.
Jika SBY kemudian memilih Akbar Tandjung sebagai cawapres, tentu pertanyaan selanjutnya atas dasar alasan apa, karena Golkar sudah resmi mengumumkan pasangan Capres dan Cawapresnya
Kalau menurut saya, SBY bisa mengajukan Akbar sebagai cawapres dari professional atau calon independen. Dan jika ternyata SBY-Akbar pada akhirnya bisa memenangkan pemilu, menjadi Presiden dan Wakil Presiden untuk masa jabatan 2009-2014, maka Golkar pun tidak akan gegabah dengan lantas memecat Akbar keluar dari Golkar dengan alasan membangkang dari keputusan partai karena menurut prediksi saya, Golkar juga tidak mau kehilangan kesempatan untuk berkuasa secara aktif, sebagian kekuatan Golkar yang selama ini secara diam-diam mendukung Akbar pun akan bersuara dan menunjukkan dukungan resminya kepada Akbar, satu lagi,
Dan jika SBY memang memilih Akbar, tentu ada hutang budi yang tidak akan dilupakan oleh Akbar kepada SBY yang telah membantu Akbar kembali ke percaturan politik. Sehingga, seperti yang secara samar telah disebutkan bahwa kandidat cawapres SBY juga diharapkan mampu mendukung SBY di pemilu 2014 sekiranya dapat terwujud
Sebetulnya masih banyak alasan lain yang membuat saya lebih cenderung memilih pasangan SBY-Akbar dibandingkan kandidat yang lain. Namun, layaknya menonton pertandingan bola MU melawan Indonesia all star Juli nanti, maka saya hanya seorang penonton bola di tribune yang paling atas, sudah terlalu jauh dari lapangan, sudut pandangnya juga terbatas. Pertandingan belum dimulai namun sudah menduga-duga hasil pertandingannya.
Ya kita lihat saja bagaimana bola bergulir, nanti kita analisa lagi hasil pertandingannya.
Beberapa hari ini, asyik juga melihat drama politik yg sedang terjadi di negara kita tercinta.
Setelah pagelaran pertunjukan drama pemilu legislatif yang benar-benar hingar bingar, dan penuh dengan kejutan disertai berbagai permasalahan seputar perhitungan suara yang tak kunjung usai.
Nah, mulailah kita memasuki babak baru sebagai bagian dari proses pemilu 2009, yaitu pemilihan calon presiden dan wakil presiden.
Meski hasil rekapitulasi perhitungan suara pemilu legislatif belum usai, namun sementara ini nampaknya 3 besar dikuasai oleh PD, PDI, Golkar.
Koalisi-koalisi pun mulai terjadi diantara para partai untuk kemudian bersama-sama mengusung pasangan capres dan cawapres.
PD dan Golkar yang sebelumnya berpasangan, kelihatannya pecah alias cerai, ada kesepakatan yang tidak tercapai diantara keduanya. Dengan demikian, baik PD dan Golkar akhirnya pun berkoalisi dengan partai-partai lainnya. Padahal, menurut berbagai analisa, pasangan PD dan Golkar adalah pasangan yang sangat serasi untuk menjaga kestabilan politik dalam rangka mencapai kesinambungan pembangunan yang telah dan akan dicapai.
Dari 3 partai besar tersebut, kelihatannya baik PDI maupun Golkar sudah mendekati keputusan akhir mengenai pasangan capres dan cawapres yang akan diusungnya. Golkar mengusung pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto sedangakan PDIP nampaknya mengusung pasangan Prabowo-Puan Maharani.
Terlepas dari berbagai analisa mengenai alasan mengapa dan bagaimana kekuatan koalisi yang dihasilkan oleh masing-masing pasangan yang sudah ada, namun menarik memperhatikan bahwa PD belum juga mengumumkan cawapres yang akan mendampingi SBY
Tersebut di media ada 19 kandidat cawapres yang sedang digodok oleh PD untuk dipasangkan dengan SBY, kandidat tersebut dari professional (Budiono, Sri Mulyani) dan dari partai (Akbar Tanjung, Sutrisno Bahir, Hatta Radjasa, Hidayat Nurwahid, ), dll.
Menilik nama-nama kandidat cawapres yang akan dipasangkan dengan PD, kalo menurut saya, yang paling top kalau SBY berani memilih Akbar Tanjdung sebagai cawapres mendampingi dirinya.
Pertimbangan politis pendapat saya ini didasarkan kepada issue-issue yang menyatakan bahwa di dalam internal partai Golkar sendiri terdapat perpecahan dan tidak terlalu puas dengan kinerja Jusuf Kalla menilik hasil sementara dari pemilu legislatif.
Akbar Tandjung yang saat ini sedang terdepak dari singgasana kekuasaan parttai Golkar dikenal sebagai politikus ulung, pernah menjabat berbagai posisi penting di pemerintahan (Menpora 1988-1993, Menpera 1993-1998, Mensesneg 1998-1999), menjadi ketua DPP Golkar 1998-2004 yang secara bersamaan menjadi ketua DPR RI periode 1998-2004.
Akbar Tandjung bisa dikatakan memiliki profile yang pas untuk dipilih mendampingi SBY, karena didukung oleh pengalaman organisasi, dan pemerintahan (eksekutif dan legislative) yang dimilikinya, Akbar bisa masuk dan berkomunikasi dengan baik dengan semua partai yang memiliki platform berbeda-beda.
Pribadi Akbar yang lebih tenang dalam berpikir, strategic dalam bertindak namun tegas, tentu akan lebih cocok mendampingi SBY daripada Jusuf Kalla yang cenderung meledak-ledak, ceplas-ceplos, sehingga terkesan lebih presiden ketimbang presidennya sendiri.
Ketidakcocokannya kepada Agung Laksono (Ketua DPR-RI saat ini), seseorang yang dianggap telah menghianati dirinya dengan memenangkan Jusuf Kalla sebagai ketua DPP Golkar padahal sudah dibantu oleh Akbar untuk menjadi ketua DPR, adalah sebuah cerita yang dapat dimanfaatkan oleh SBY untuk merangkul kekuatan Golkar dari belakang.
Akbar juga tidak terlalu cocok dengan Jusuf Kalla dan memang terlihat bahwa duet Agung Laksono dan Jusuf Kalla tidak memberikan ruang gerak yang cukup bagi Akbar untuk kembali berpolitik, meskipun Akbar sendiri tidak semerta merta keluar dari Golkar dan bergabung dengan partai politik lain atau membentuk partai politik baru. Entah karena kesetiaan kepada partai yang telah membesarkan dirinya atau karena Akbar menyadari bahwa Golkar adalah sebuah mesin politik yang luar biasa besar yang jika dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan yang dapat menguasai baik legislatif maupun eksekutif.
Jika SBY kemudian memilih Akbar Tandjung sebagai cawapres, tentu pertanyaan selanjutnya atas dasar alasan apa, karena Golkar sudah resmi mengumumkan pasangan Capres dan Cawapresnya
Kalau menurut saya, SBY bisa mengajukan Akbar sebagai cawapres dari professional atau calon independen. Dan jika ternyata SBY-Akbar pada akhirnya bisa memenangkan pemilu, menjadi Presiden dan Wakil Presiden untuk masa jabatan 2009-2014, maka Golkar pun tidak akan gegabah dengan lantas memecat Akbar keluar dari Golkar dengan alasan membangkang dari keputusan partai karena menurut prediksi saya, Golkar juga tidak mau kehilangan kesempatan untuk berkuasa secara aktif, sebagian kekuatan Golkar yang selama ini secara diam-diam mendukung Akbar pun akan bersuara dan menunjukkan dukungan resminya kepada Akbar, satu lagi,
Dan jika SBY memang memilih Akbar, tentu ada hutang budi yang tidak akan dilupakan oleh Akbar kepada SBY yang telah membantu Akbar kembali ke percaturan politik. Sehingga, seperti yang secara samar telah disebutkan bahwa kandidat cawapres SBY juga diharapkan mampu mendukung SBY di pemilu 2014 sekiranya dapat terwujud
Sebetulnya masih banyak alasan lain yang membuat saya lebih cenderung memilih pasangan SBY-Akbar dibandingkan kandidat yang lain. Namun, layaknya menonton pertandingan bola MU melawan Indonesia all star Juli nanti, maka saya hanya seorang penonton bola di tribune yang paling atas, sudah terlalu jauh dari lapangan, sudut pandangnya juga terbatas. Pertandingan belum dimulai namun sudah menduga-duga hasil pertandingannya.
Ya kita lihat saja bagaimana bola bergulir, nanti kita analisa lagi hasil pertandingannya.
Saturday, May 2, 2009
Elegi kesejahteraan para prajurit
Elegi kesejahteraan para prajurit
Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan oleh sebuah berita demontrasi yang dilakukan oleh para prajurit di markas Batalyon 751 Sentani Jayapura terhadap para perwira atasannya.
Sungguh suatu hal yang jarang terjadi dan hampir tidak mungkin terjadi di masa orde baru ataupun orde lama.
Sekiranya dimasa orde lama atau orde baru para prajurit berdemo, maka bentuk demo yang dilakukan adalah bentuk demo secara keseluruhan militer kepada pemerintahan alias pembangkangan militer alias kudeta.
Namun demo yang kemarin terjadi di lain dari pada yang lain, dari berita yang tersiar di media massa, bahwa demo tersebut dipicu dari ketidakpuasan dan kekecewaan para prajurit atas perlakuan para perwira atasannya dalam menyikapi wafatnya salah seorang rekan mereka sesama prajurit karena sakit.
Dengan alasan tidak ada biaya, maka jenazah rekan mereka tersebut tidak dapat dikirim pulang ke kampung halaman, dan setelah beberapa hari terkatung-katung, akhirnya komandan batalyon tersebut memutuskan untuk memotong uang makan dan meminta urunan dari para prajurit untuk biaya pengiriman jenazah ke kampung halamannya yang kemudian memicu protes dan demonstrasi.
Sebuah berita yang sangat menyesakkan dada, potret kesejahteraan prajurit lapis bawah.
Issue mengenai kesejahteraan prajurit lapis bawah adalah sebuah issue klasik dari jaman dahulu. Dari mulai banyaknya potongan yang diberlakukan baik resmi maupun tidak resmi, kelayakan gaji prajurit yang hanya mampu untuk mengebulkan dapur seper-empat bulan ke-depan sedangkan sisanya harus berhutang sana sini, dan lain sebagainya.
Hanya niat tulus menjadi abdi negara, menjadi barisan terdepan yang membela kedaulatan Negara, yang membuat mereka tetap tegar dan setia menjadi seorang prajurit.
Atas dasar ketidakmampuan negara mensejahterakan para prajurit tersebut, maka banyak sekali badan usaha militer didirikan, baik dalam bentuk yayasan maupun koperasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit.
Namun sekali lagi, masalah klasik kembali terjadi, banyak oknum perwira yang bermunculan, pada akhirnya hanya sedikit keuntungan dari badan usaha-badan usaha militer tersebut yang sampai ke para prajurit.
Sekarang, seiring dengan reformasi yang terjadi, bisnis militer tersebut menjadi sorotan publik, yang akhirnya diputuskan untuk menutup badan usaha-badan usaha militer tersebut, karena terlihat lebih mensejahterakan para perwiranya ketimbang prajuritnya dan banyaknya konflik kepentingan yang terjadi yang mendorong ketidaksehatan persaingan iklim bisnis di Indonesia.
Kembali, yang menjadi korban adalah para prajurit.
Rendahnya tingkat kesejahteraan dari para prajurit juga memicu kesenjangan dan kecemburuan antar angkatan sejak jaman dahulu. Karena peluang untuk menjadi oknum juga berbeda-beda antar satu instansi dengan instansi lainnya sesuai dengan wewenang masing-masing. Maka tidak heran kalau kita sering mendengar keributan antara tentara dengan polisi.
Dulu ketika polisi dan tentara masih menjadi satu kesatuan, banyak dari oknum tentara dan oknum polisi yang mencari tambahan penghasilan dengan menjadi bodyguard, beking dan lain sebagainya. Sebagai anak bungsu, tentu saja oknum polisi banyak mengalah dalam perebutan lahan
Namun setelah polisi dan tentara dipisah, menjadi setara, oknum tentara menjadi kehilangan lahan, mereka tidak lagi bisa dengan mudah mencari tambahan penghasilan karena berbenturan dengan oknum polisi yang juga mencari tambahan dan lebih berkuasa secara hukum.
Jadi teringat, masa-masa SMP dulu, Kebetulan rumah dan sekolah saya dulu dekat sekali dengan komplek militer (Kodam), jadi setiap berangkat dan pulang sekolah pasti berjalan kaki melewati kodam tersebut.
Salah satu statement yang sering dilontarkan dari teman-teman saya yang orang tuanya bekerja sebagai prajurit di kodam tersebut adalah
kalo kita minta bapak pulang bawa ayam, karena sudah sebulan lebih nggak makan ayam, maka bapak cuman bilang “ya nanti”
Tapi kalau bapak kita seorang polisi, maka mungkin malamnya ada bungkusan ayam yang bisa dibawa pulang untuk dinikmati
Issue-issue kesejahteraan prajurit, ditakutkan dapat melemahkan sistem pertahanan dan keamanan Negara kita. Apalagi di era informasi dan kebebasan pers saat ini, bagaimana dengan mudah seorang prajurit bisa melihat indahnya rumput tetangga.
Jika sang prajurit tidak memiliki iman yang kuat, kesetian terhadap Negara yang kuat, apa jadinya Negara kita ?
Semoga saja reformasi yang saat ini terjadi di tubuh militer dan polisi, memperhatikan juga issue-issue kesejahteraan para prajurit sehingga mengurangi peluang munculnya oknum yang dapat membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa dengan menjual bangsanya ke Negara lain.
Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan oleh sebuah berita demontrasi yang dilakukan oleh para prajurit di markas Batalyon 751 Sentani Jayapura terhadap para perwira atasannya.
Sungguh suatu hal yang jarang terjadi dan hampir tidak mungkin terjadi di masa orde baru ataupun orde lama.
Sekiranya dimasa orde lama atau orde baru para prajurit berdemo, maka bentuk demo yang dilakukan adalah bentuk demo secara keseluruhan militer kepada pemerintahan alias pembangkangan militer alias kudeta.
Namun demo yang kemarin terjadi di lain dari pada yang lain, dari berita yang tersiar di media massa, bahwa demo tersebut dipicu dari ketidakpuasan dan kekecewaan para prajurit atas perlakuan para perwira atasannya dalam menyikapi wafatnya salah seorang rekan mereka sesama prajurit karena sakit.
Dengan alasan tidak ada biaya, maka jenazah rekan mereka tersebut tidak dapat dikirim pulang ke kampung halaman, dan setelah beberapa hari terkatung-katung, akhirnya komandan batalyon tersebut memutuskan untuk memotong uang makan dan meminta urunan dari para prajurit untuk biaya pengiriman jenazah ke kampung halamannya yang kemudian memicu protes dan demonstrasi.
Sebuah berita yang sangat menyesakkan dada, potret kesejahteraan prajurit lapis bawah.
Issue mengenai kesejahteraan prajurit lapis bawah adalah sebuah issue klasik dari jaman dahulu. Dari mulai banyaknya potongan yang diberlakukan baik resmi maupun tidak resmi, kelayakan gaji prajurit yang hanya mampu untuk mengebulkan dapur seper-empat bulan ke-depan sedangkan sisanya harus berhutang sana sini, dan lain sebagainya.
Hanya niat tulus menjadi abdi negara, menjadi barisan terdepan yang membela kedaulatan Negara, yang membuat mereka tetap tegar dan setia menjadi seorang prajurit.
Atas dasar ketidakmampuan negara mensejahterakan para prajurit tersebut, maka banyak sekali badan usaha militer didirikan, baik dalam bentuk yayasan maupun koperasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit.
Namun sekali lagi, masalah klasik kembali terjadi, banyak oknum perwira yang bermunculan, pada akhirnya hanya sedikit keuntungan dari badan usaha-badan usaha militer tersebut yang sampai ke para prajurit.
Sekarang, seiring dengan reformasi yang terjadi, bisnis militer tersebut menjadi sorotan publik, yang akhirnya diputuskan untuk menutup badan usaha-badan usaha militer tersebut, karena terlihat lebih mensejahterakan para perwiranya ketimbang prajuritnya dan banyaknya konflik kepentingan yang terjadi yang mendorong ketidaksehatan persaingan iklim bisnis di Indonesia.
Kembali, yang menjadi korban adalah para prajurit.
Rendahnya tingkat kesejahteraan dari para prajurit juga memicu kesenjangan dan kecemburuan antar angkatan sejak jaman dahulu. Karena peluang untuk menjadi oknum juga berbeda-beda antar satu instansi dengan instansi lainnya sesuai dengan wewenang masing-masing. Maka tidak heran kalau kita sering mendengar keributan antara tentara dengan polisi.
Dulu ketika polisi dan tentara masih menjadi satu kesatuan, banyak dari oknum tentara dan oknum polisi yang mencari tambahan penghasilan dengan menjadi bodyguard, beking dan lain sebagainya. Sebagai anak bungsu, tentu saja oknum polisi banyak mengalah dalam perebutan lahan
Namun setelah polisi dan tentara dipisah, menjadi setara, oknum tentara menjadi kehilangan lahan, mereka tidak lagi bisa dengan mudah mencari tambahan penghasilan karena berbenturan dengan oknum polisi yang juga mencari tambahan dan lebih berkuasa secara hukum.
Jadi teringat, masa-masa SMP dulu, Kebetulan rumah dan sekolah saya dulu dekat sekali dengan komplek militer (Kodam), jadi setiap berangkat dan pulang sekolah pasti berjalan kaki melewati kodam tersebut.
Salah satu statement yang sering dilontarkan dari teman-teman saya yang orang tuanya bekerja sebagai prajurit di kodam tersebut adalah
kalo kita minta bapak pulang bawa ayam, karena sudah sebulan lebih nggak makan ayam, maka bapak cuman bilang “ya nanti”
Tapi kalau bapak kita seorang polisi, maka mungkin malamnya ada bungkusan ayam yang bisa dibawa pulang untuk dinikmati
Issue-issue kesejahteraan prajurit, ditakutkan dapat melemahkan sistem pertahanan dan keamanan Negara kita. Apalagi di era informasi dan kebebasan pers saat ini, bagaimana dengan mudah seorang prajurit bisa melihat indahnya rumput tetangga.
Jika sang prajurit tidak memiliki iman yang kuat, kesetian terhadap Negara yang kuat, apa jadinya Negara kita ?
Semoga saja reformasi yang saat ini terjadi di tubuh militer dan polisi, memperhatikan juga issue-issue kesejahteraan para prajurit sehingga mengurangi peluang munculnya oknum yang dapat membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa dengan menjual bangsanya ke Negara lain.
Go Green !!!
Go Green !!!
Kalau bahasa Indonesia-nya pergi hijau atau jadilah hijau atau apa ya… Ah whatever dech… intinya sih yuk mari rame-rame melakukan penghijauan…
Istilah Go Green beberapa hari ini lagi menjamur, dalam rangka merayakan hari bumi tanggal 22 April yang lalu.
Gw seneng nech ama yang berbau hijau-hijau… apalagi daun hijau.. hua ha ha…. Hush !!!… tar bini gw ngomel lagi.
Membongkar memori masa kecil gw, jadi inget kalau dulu sering pulang ke Tempurejo, kampoeng bokap di lereng gunung Lawu yang memiliki udara yang sejuk, pemandangan yang indah dengan hamparan sawah yang diapit oleh kelok-kelok sungai serta dibatasi oleh hutan yang lebat.
Bersama sodara-sodara gw, kita sering main di hutan, kebun, rawa, sawah, empang, sungai, buat cari singkong, nangkepin ikan, nangkepin udang, berburu belut, berburu lutung, dikejar uler air, sampe di jala sama tetangga.
Di jala !!! lu pada pasti bingung khan ?… iye.. di jala… kayak nelayan nangkep ikan…
Ceritanya begini, biasalah, kalau pulang ke kampong bokap, gw suka banget berenang di sungai deket rumah alm. kakek bareng sodara-sodara gw, secara sungai dulu nggak kayak sekarang yang kotor abies, airnya lumayan jernih, ikan en udangnya banyak, pokoke asyik dech, sangking asyiknya kadang suka lupa kalo arusnya deres banget or sungainya dalam banget.
Satu kali gw berenang sambil pegangan gedebong pisang, en gw nggak sadar kalo arusnya deres banget (kayaknya sadar dech, khan semakin deres, semakin seru.. mirip-mirip arung jerum gitu dech)
Jadilah gw keseret arus, sodara-sodara en tetangga-tetangga gw mendadak pada heboh bin panik, sementara gw-nya sih seneng-seneng aja… berasa artis dikejar fans buat minta tanda tangan he he he
Salah seorang tetangga bude gw berinisiatif buat ngelempar jala, en zap !!! tertangkaplah gw di jala tersebut, dengan hasil akhir kurungan rumah selama seminggu en waktu liburan diperpendek he he he….
Maklumlah namanya juga anak-anak, masih kecil khan.. penuh dengan imajinasi and rasa ingin tahu yang tinggi… kalau kata emak en babeh gw, kecil gw dulu “lutjuuu buanget !!!!” hua ha ha ha
Tapi kata sodara-sodara gw yang masih sering pulang kampoeng, sekarang kampoeng bokap dah nggak seindah dulu lagi, pepohonan sudah banyak ditebang, sawah sudah banyak diuruk, empang sudah banyak ditutup buat dibikin rumah, tempat usaha, dan lain-lain.
Udara nggak sesejuk dulu, karena mungkin semakin berkurangnya pepohonan yang rindang
Sungai dan kali airnya surut, butek dan kadang bau, terkena polusi limbah rumah tangga atau industri yang semakin merajalela.
Hiks…. Sedih…
Kalo di Jakarta, ada satu momen yg gw inget, gw dulu suka pergi bareng temen2 gw, ke kebun karet di daerah lebak bulus, nyari biji karet buat diadu, yang tulang dua lah, tulang tiga lah… en guess what.. kebun karet yg gw maksud itu sekarang sudah menjadi supermarket besar.
Yah… Semua dah banyak berubah….
Sawah sudah diganti dgn sawah beton
Kebun sudah diganti dgn kebun beton
Sungai sudah diganti dgn sungai beton
Hutan sudah diganti dengan hutan beton..
Dan masih banyak beton-beton yang lainnya
Padahal semua kejadian itu kayaknya belum lama, secara umur gw sekarang belum juga genap 35 tahun.
Kesejukan alami dari rindangnya pepohonan digantikan kesejukan buatan dari mesin-mesin pendingin.
Pepohonan ditebang dengan berbagai macam alasan, mulai alasan ekonomi (perumahan, pabrik, tanaman industri, dll), keamanan (biar nggak nimpa mobil, rumah, dll), kenyamanan (biar ga macet, karena mobil yang semakin banyak), keindahan (biar cat rumah kita bisa diliat orang), dll.
Cilakanya, yang ditebangin banyak, yang ditanam sedikit, yang kalo dilihat dari prinsip ekonomi, nggak imbang antara input dengan output…..
Karena banyak orang yg males nanam pohon dgn berbagai macam alasan, dari mulai males ngerawatnya, capek nyapuin daunnya, takut ulat bulu, jijik sama pupuknya, takut jadi sarang nyamuk, takut roboh nimpa mobil tetangga, dll.
Berdasarkan laporan yang dipublikasikan oleh PEACE dan disponsori oleh Bank Dunia pada bulan Maret 2007, 85 persen emisi karbon di Indonesia diakibatkan oleh aktifitas pembukaan hutan (deforestation). Padahal, perubahan fungsi hutan sedikit saja akan berpengaruh pada konsentrasi CO2, dimana CO2 adalah termasuk gas rumah kaca, sehingga konsentrasi yang berlebih dapat menyebabkan Pemanasan Global (Global Warming) yang meningkatkan suhu planet bumi.
Salah satu dampak dari meningkatnya suhu planet bumi adalah perubahan iklim yang tidak menentu, mencairnya es di kutub en mengancam eksistensi makhluk hidup di masa depan.
Perang pun terjadi, antara kelompok yang ingin menjaga kelestarian alam dengan kelompok yang ingin mengeksploitasi alam. Dua-duanya berdalil demi kemasyhalatan umat manusia, cuman beda sudut pandangnya aja.
Ujung-ujungnya… manusia juga yang jadi penentu… mengutip ayat Al-Qur’an yang berbunyi, bahwa manusia diciptakan untuk menjadi kafilah di muka bumi ini. Kafilah dalam arti yang lebih luas, yang menentukan nasib bumi ini beserta isinya.
Dan Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut tidak merubah nasibnya sendiri.
Jadi demi anak cucu kita, yuk mareee kita hijaukan kembali lingkungan kita… tapi dengan pohon beneran, jangan pohon plastik.
Seperti sekarang ini, dibawah pohon imitasi yang terpasang di sebuah mall, terharu juga gw ngeliatnya, jadi mikir, apakah nanti anak cucu gw hanya bisa menikmati pohon layaknya orang yg datang ke musium, hanya melihat replikanya saja.
Apakah cucunya cucu gw bisa mengalami hal-hal yang pernah gw alami waktu kecil dulu…
hua ha ha.. jauh banget ya mikirnya…
Wong anak gw aja kayaknya susah ngalamin apa yang pernah gw alamin dulu… karena nyari ruang terbuka yang aman dan nyaman sudah semakin langka, jauh dan…. Mahal.
Oh My God… I miss my old time…
Kalau bahasa Indonesia-nya pergi hijau atau jadilah hijau atau apa ya… Ah whatever dech… intinya sih yuk mari rame-rame melakukan penghijauan…
Istilah Go Green beberapa hari ini lagi menjamur, dalam rangka merayakan hari bumi tanggal 22 April yang lalu.
Gw seneng nech ama yang berbau hijau-hijau… apalagi daun hijau.. hua ha ha…. Hush !!!… tar bini gw ngomel lagi.
Membongkar memori masa kecil gw, jadi inget kalau dulu sering pulang ke Tempurejo, kampoeng bokap di lereng gunung Lawu yang memiliki udara yang sejuk, pemandangan yang indah dengan hamparan sawah yang diapit oleh kelok-kelok sungai serta dibatasi oleh hutan yang lebat.
Bersama sodara-sodara gw, kita sering main di hutan, kebun, rawa, sawah, empang, sungai, buat cari singkong, nangkepin ikan, nangkepin udang, berburu belut, berburu lutung, dikejar uler air, sampe di jala sama tetangga.
Di jala !!! lu pada pasti bingung khan ?… iye.. di jala… kayak nelayan nangkep ikan…
Ceritanya begini, biasalah, kalau pulang ke kampong bokap, gw suka banget berenang di sungai deket rumah alm. kakek bareng sodara-sodara gw, secara sungai dulu nggak kayak sekarang yang kotor abies, airnya lumayan jernih, ikan en udangnya banyak, pokoke asyik dech, sangking asyiknya kadang suka lupa kalo arusnya deres banget or sungainya dalam banget.
Satu kali gw berenang sambil pegangan gedebong pisang, en gw nggak sadar kalo arusnya deres banget (kayaknya sadar dech, khan semakin deres, semakin seru.. mirip-mirip arung jerum gitu dech)
Jadilah gw keseret arus, sodara-sodara en tetangga-tetangga gw mendadak pada heboh bin panik, sementara gw-nya sih seneng-seneng aja… berasa artis dikejar fans buat minta tanda tangan he he he
Salah seorang tetangga bude gw berinisiatif buat ngelempar jala, en zap !!! tertangkaplah gw di jala tersebut, dengan hasil akhir kurungan rumah selama seminggu en waktu liburan diperpendek he he he….
Maklumlah namanya juga anak-anak, masih kecil khan.. penuh dengan imajinasi and rasa ingin tahu yang tinggi… kalau kata emak en babeh gw, kecil gw dulu “lutjuuu buanget !!!!” hua ha ha ha
Tapi kata sodara-sodara gw yang masih sering pulang kampoeng, sekarang kampoeng bokap dah nggak seindah dulu lagi, pepohonan sudah banyak ditebang, sawah sudah banyak diuruk, empang sudah banyak ditutup buat dibikin rumah, tempat usaha, dan lain-lain.
Udara nggak sesejuk dulu, karena mungkin semakin berkurangnya pepohonan yang rindang
Sungai dan kali airnya surut, butek dan kadang bau, terkena polusi limbah rumah tangga atau industri yang semakin merajalela.
Hiks…. Sedih…
Kalo di Jakarta, ada satu momen yg gw inget, gw dulu suka pergi bareng temen2 gw, ke kebun karet di daerah lebak bulus, nyari biji karet buat diadu, yang tulang dua lah, tulang tiga lah… en guess what.. kebun karet yg gw maksud itu sekarang sudah menjadi supermarket besar.
Yah… Semua dah banyak berubah….
Sawah sudah diganti dgn sawah beton
Kebun sudah diganti dgn kebun beton
Sungai sudah diganti dgn sungai beton
Hutan sudah diganti dengan hutan beton..
Dan masih banyak beton-beton yang lainnya
Padahal semua kejadian itu kayaknya belum lama, secara umur gw sekarang belum juga genap 35 tahun.
Kesejukan alami dari rindangnya pepohonan digantikan kesejukan buatan dari mesin-mesin pendingin.
Pepohonan ditebang dengan berbagai macam alasan, mulai alasan ekonomi (perumahan, pabrik, tanaman industri, dll), keamanan (biar nggak nimpa mobil, rumah, dll), kenyamanan (biar ga macet, karena mobil yang semakin banyak), keindahan (biar cat rumah kita bisa diliat orang), dll.
Cilakanya, yang ditebangin banyak, yang ditanam sedikit, yang kalo dilihat dari prinsip ekonomi, nggak imbang antara input dengan output…..
Karena banyak orang yg males nanam pohon dgn berbagai macam alasan, dari mulai males ngerawatnya, capek nyapuin daunnya, takut ulat bulu, jijik sama pupuknya, takut jadi sarang nyamuk, takut roboh nimpa mobil tetangga, dll.
Berdasarkan laporan yang dipublikasikan oleh PEACE dan disponsori oleh Bank Dunia pada bulan Maret 2007, 85 persen emisi karbon di Indonesia diakibatkan oleh aktifitas pembukaan hutan (deforestation). Padahal, perubahan fungsi hutan sedikit saja akan berpengaruh pada konsentrasi CO2, dimana CO2 adalah termasuk gas rumah kaca, sehingga konsentrasi yang berlebih dapat menyebabkan Pemanasan Global (Global Warming) yang meningkatkan suhu planet bumi.
Salah satu dampak dari meningkatnya suhu planet bumi adalah perubahan iklim yang tidak menentu, mencairnya es di kutub en mengancam eksistensi makhluk hidup di masa depan.
Perang pun terjadi, antara kelompok yang ingin menjaga kelestarian alam dengan kelompok yang ingin mengeksploitasi alam. Dua-duanya berdalil demi kemasyhalatan umat manusia, cuman beda sudut pandangnya aja.
Ujung-ujungnya… manusia juga yang jadi penentu… mengutip ayat Al-Qur’an yang berbunyi, bahwa manusia diciptakan untuk menjadi kafilah di muka bumi ini. Kafilah dalam arti yang lebih luas, yang menentukan nasib bumi ini beserta isinya.
Dan Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut tidak merubah nasibnya sendiri.
Jadi demi anak cucu kita, yuk mareee kita hijaukan kembali lingkungan kita… tapi dengan pohon beneran, jangan pohon plastik.
Seperti sekarang ini, dibawah pohon imitasi yang terpasang di sebuah mall, terharu juga gw ngeliatnya, jadi mikir, apakah nanti anak cucu gw hanya bisa menikmati pohon layaknya orang yg datang ke musium, hanya melihat replikanya saja.
Apakah cucunya cucu gw bisa mengalami hal-hal yang pernah gw alami waktu kecil dulu…
hua ha ha.. jauh banget ya mikirnya…
Wong anak gw aja kayaknya susah ngalamin apa yang pernah gw alamin dulu… karena nyari ruang terbuka yang aman dan nyaman sudah semakin langka, jauh dan…. Mahal.
Oh My God… I miss my old time…
“Evolusi VS Revolusi personal branding dalam kampanye”
“Evolusi VS Revolusi personal branding dalam kampanye”
Masa kampanye pemilu 2009 yang sudah dimulai sejak Juli 2008, akhirnya berakhir pada tanggal 2 april 2009 kemarin.
Saat ini kitapun sedang memasuki masa tenang untuk kemudian pada tanggal 9 April 2009 besok, pemilu untuk memilih para wakil rakyat pun dilaksanakan.
Sambil menanti, momen-momen penting tersebut, asyik juga kali ya kalo kita mencoba mengevaluasi strategi yang telah dilakukan oleh para caleg tersebut dalam memasarkan dirinya.
Mungkin diantara kita beberapa waktu yang lalu sempat dibuat geli, kagum, bingung, sebal dan-atau gusar dengan maraknya poster, spanduk dan baliho dari para caleg yang dipasang berderet sepanjang jalan.
Beragam jurus digunakan oleh para caleg tersebut untuk menarik perhatian, sehingga tak jarang ditemukan poster, spanduk dan baliho yang baik content (isi) maupun contextnya (kemasannya) tergolong aneh, gak masuk akal, norak bin ajaib yang terkadang membuat kita terheran-heran apakah urat malu dan urat takut para caleg tersebut sudah putus.
Mengamati spanduk dan baliho dari para caleg tersebut, jika dilihat dari framework FBD (First, Best and Different), maka secara umum sepertinya mayoritas dari para caleg tersebut menyadari bahwa mereka bukanlah yang pertama melakukannya (first), mereka juga tidak dapat memberikan yang terbaik (best) karena keterbatasan dana, dalam pengertian kuantitas dan kualitas, sehingga yang paling memungkinkan adalah berinovasi supaya terlihat berbeda dengan lainnya (different).
Masalahnya sekarang adalah, mau tampil beda seperti apa yang dapat menarik perhatian orang banyak, terpatri dalam ingatan orang banyak, sehingga waktu pemilihan nanti dapat terkumpul suara dalam jumlah yang cukup untuk meloloskan diri sang caleg, menjadi salah satu anggota legislatif.
Lucunya, ketika semua berusaha tampil beda, yang ada dalam benak kita malah semuanya terlihat sama, “sama-sama norak”, “sama-sama aneh” dan “sama-sama” yang lainnya.
Padahal tidaklah sedikit biaya kampanye yang dikeluarkan oleh masing-masing caleg untuk membuat poster, spanduk dan baliho tersebut. Dan tak jarang biaya untuk membuat barang-barang tersebut dan aktivitas kampanye lainnya didapat dari hasil berhutang ataupun menjual barang-barang pribadi seperti (rumah, tanah, mobil, dan lain sebagainya)
Apa boleh buat memang, pola pemilu yang berubah dari yang sebelumnya para caleg hanya berebutan memperoleh nomor jadi di masing-masing partai, namun sekarang para caleg harus merebut hati para pemegang suara, karena sang pemenang akan ditentukan dari jumlah suara yang diperolehnya, bukan lagi dari nomor jadi yang didapatnya melalui proses internal partai.
Jadi, jika semula kompetisi berlangsung secara lebih tertutup, hanya di internal partai, sekarang menjadi lebih terbuka, dan jika dahulu perebutan suara hanya terjadi antar partai, sekarang persaingan terjadi dalam unit yang lebih kecil, antar masing-masing individu, membuat peta politik semakin sulit untuk diprediksi oleh masing-masing caleg dan masing-masing partai.
Kerasnya persaingan untuk melenggang menjadi anggota legislatif dapat tergambar dari jumlah caleg yang ikut berkompetisi dalam pesta rakyat kali ini, mengutip dari berbagai sumber mengenai jumlah anggota caleg yang memperebutkan kursi legislative adalah sebagai berikut :
“Sebanyak 11.215 orang memperebutkan 560 kursi DPR dan 1.109 orang bersaing mendapatkan 132 kursi Dewan Perwakilan Daerah. Selain itu, sekitar 112 ribu orang bertarung untuk mendapat 1.998 kursi di DPRD provinsi dan 1,5 juta orang bersaing merebut 15.750 kursi DPRD kabupaten/kota.”
Jumlah yang luar biasa besar bukan, yang membuat kita bingung, apakah para caleg tersebut, benar-benar berlomba-lomba untuk mengabdi kepada bangsa dan Negara atau malah menjadikan posisi anggota dewan sebagai sumber mata pencaharian ditengah kelangkaan lapangan kerja dewasa ini. (baca tulisan sebelumnya “caleg antara penghasilan dan pengabdian”)
Sehingga ketika pemilu nanti usai, ketika pengumuman digulirkan, akan ada banyak orang stress baru karena tidak terpilih menjadi caleg, rumah sakit pun kebanjiran pasien, penjara juga menanti para caleg yang terlajur berhutang namun gagal bayar akibat tidak terpilih, belum lagi ancaman perceraian dan menjadi gila.
Kembali kemasalah poster, spanduk dan baliho, apa sih tujuan mereka membuat itu semua, tentu saja itu adalah implementasi salah satu P dari marketing mix, yaitu Promosi.
Kegiatan promosi yang dilakukan dalam rangka mengkomunikasikan sebuah produk (para caleg) ke konsumen (masyarakat), dikenal sebagai komunikasi pemasaran atau marketing communication (Mar Comm).
Elemen-elemen dari marketing communication sebagaimana kita ketahui terdiri dari advertising, direct marketing, interactive/internet marketing, sales promotion, publicity/Public relation dan personal selling.
Sehubungan dengan kampanye yang dilakukan, maka terlihat bahwa sebagian dari para caleg berusaha menciptakan dan membangun personal branding yang baik dimata para pemegang hak suara agar pada akhirnya mau untuk memilih mereka, sementara sebagian lagi hanya bersifat memperkuat personal branding yang sudah dimiliki di mata para pemegang hak suara yang selama ini telah terbentuk.
Pertanyaannya kemudian, apakah pola komunikasi yang dilakukan oleh para Caleg tersebut melalui poster, spanduk dan baliho efektif dalam rangka membangun sebuah personal branding yang baik dalam waktu yang relative singkat ?
Mungkin bisa efektif, namun sangat diperlukan sebuah energi yang luar biasa besar dan dukungan sumber daya yang cukup agar bisa tercapai maksud dan tujuan tersebut, masalahnya tidak semua orang memiliki energi dan sumber daya seperti yang disyaratkan.
Makanya jangan heran kalau partai-partai berusaha menjaring public figure (agama, politik, entertaint, dll) yang sudah memiliki personal branding yang baik, tinggal dibentuk awareness bahwa si public figure adalah berasal dari partai A dengan nomor urut B.
Karena partai-partai tersebut juga tidak mau ambil resiko, para calegnya kalah akibat kurang dikenal oleh masyarakat yang pada ujungnya akan membuat partai tersebut lengser dari persaingan akibat tidak dapat memenuhi 2.5% kuota yang telah ditentukan (parliamentary threshold).
Dari sini jelas terlihat bahwa terdapat dua jenis proses pembentukan personal branding, yaitu secara evolusi yang tentu membutuhkan waktu tidak sebentar yang mungkin sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu, dan secara revolusi, dilakukan hanya dalam masa kampanye, yang membutuhkan waktu yang relative lebih cepat namun membutuhkan energi dan sumber daya yang luar biasa besar.
Istilah gaulnya, kalo mo instant, ya terima resikonya donk..
Akhir kata, mari, kita amati pemilu 2009 ini, perbedaan antara proses evolusi dan proses revolusi pembentukan personal branding dalam rangka memenangkan pemilu, kita lihat secara umum mana yang lebih berhasil dan apa sebabnya. Pelajaran ini sangat berharga bagi anda yang berniat untuk berpartisipasi dalam kompetisi memenangkan pemilu 2014 nanti.
.
Masa kampanye pemilu 2009 yang sudah dimulai sejak Juli 2008, akhirnya berakhir pada tanggal 2 april 2009 kemarin.
Saat ini kitapun sedang memasuki masa tenang untuk kemudian pada tanggal 9 April 2009 besok, pemilu untuk memilih para wakil rakyat pun dilaksanakan.
Sambil menanti, momen-momen penting tersebut, asyik juga kali ya kalo kita mencoba mengevaluasi strategi yang telah dilakukan oleh para caleg tersebut dalam memasarkan dirinya.
Mungkin diantara kita beberapa waktu yang lalu sempat dibuat geli, kagum, bingung, sebal dan-atau gusar dengan maraknya poster, spanduk dan baliho dari para caleg yang dipasang berderet sepanjang jalan.
Beragam jurus digunakan oleh para caleg tersebut untuk menarik perhatian, sehingga tak jarang ditemukan poster, spanduk dan baliho yang baik content (isi) maupun contextnya (kemasannya) tergolong aneh, gak masuk akal, norak bin ajaib yang terkadang membuat kita terheran-heran apakah urat malu dan urat takut para caleg tersebut sudah putus.
Mengamati spanduk dan baliho dari para caleg tersebut, jika dilihat dari framework FBD (First, Best and Different), maka secara umum sepertinya mayoritas dari para caleg tersebut menyadari bahwa mereka bukanlah yang pertama melakukannya (first), mereka juga tidak dapat memberikan yang terbaik (best) karena keterbatasan dana, dalam pengertian kuantitas dan kualitas, sehingga yang paling memungkinkan adalah berinovasi supaya terlihat berbeda dengan lainnya (different).
Masalahnya sekarang adalah, mau tampil beda seperti apa yang dapat menarik perhatian orang banyak, terpatri dalam ingatan orang banyak, sehingga waktu pemilihan nanti dapat terkumpul suara dalam jumlah yang cukup untuk meloloskan diri sang caleg, menjadi salah satu anggota legislatif.
Lucunya, ketika semua berusaha tampil beda, yang ada dalam benak kita malah semuanya terlihat sama, “sama-sama norak”, “sama-sama aneh” dan “sama-sama” yang lainnya.
Padahal tidaklah sedikit biaya kampanye yang dikeluarkan oleh masing-masing caleg untuk membuat poster, spanduk dan baliho tersebut. Dan tak jarang biaya untuk membuat barang-barang tersebut dan aktivitas kampanye lainnya didapat dari hasil berhutang ataupun menjual barang-barang pribadi seperti (rumah, tanah, mobil, dan lain sebagainya)
Apa boleh buat memang, pola pemilu yang berubah dari yang sebelumnya para caleg hanya berebutan memperoleh nomor jadi di masing-masing partai, namun sekarang para caleg harus merebut hati para pemegang suara, karena sang pemenang akan ditentukan dari jumlah suara yang diperolehnya, bukan lagi dari nomor jadi yang didapatnya melalui proses internal partai.
Jadi, jika semula kompetisi berlangsung secara lebih tertutup, hanya di internal partai, sekarang menjadi lebih terbuka, dan jika dahulu perebutan suara hanya terjadi antar partai, sekarang persaingan terjadi dalam unit yang lebih kecil, antar masing-masing individu, membuat peta politik semakin sulit untuk diprediksi oleh masing-masing caleg dan masing-masing partai.
Kerasnya persaingan untuk melenggang menjadi anggota legislatif dapat tergambar dari jumlah caleg yang ikut berkompetisi dalam pesta rakyat kali ini, mengutip dari berbagai sumber mengenai jumlah anggota caleg yang memperebutkan kursi legislative adalah sebagai berikut :
“Sebanyak 11.215 orang memperebutkan 560 kursi DPR dan 1.109 orang bersaing mendapatkan 132 kursi Dewan Perwakilan Daerah. Selain itu, sekitar 112 ribu orang bertarung untuk mendapat 1.998 kursi di DPRD provinsi dan 1,5 juta orang bersaing merebut 15.750 kursi DPRD kabupaten/kota.”
Jumlah yang luar biasa besar bukan, yang membuat kita bingung, apakah para caleg tersebut, benar-benar berlomba-lomba untuk mengabdi kepada bangsa dan Negara atau malah menjadikan posisi anggota dewan sebagai sumber mata pencaharian ditengah kelangkaan lapangan kerja dewasa ini. (baca tulisan sebelumnya “caleg antara penghasilan dan pengabdian”)
Sehingga ketika pemilu nanti usai, ketika pengumuman digulirkan, akan ada banyak orang stress baru karena tidak terpilih menjadi caleg, rumah sakit pun kebanjiran pasien, penjara juga menanti para caleg yang terlajur berhutang namun gagal bayar akibat tidak terpilih, belum lagi ancaman perceraian dan menjadi gila.
Kembali kemasalah poster, spanduk dan baliho, apa sih tujuan mereka membuat itu semua, tentu saja itu adalah implementasi salah satu P dari marketing mix, yaitu Promosi.
Kegiatan promosi yang dilakukan dalam rangka mengkomunikasikan sebuah produk (para caleg) ke konsumen (masyarakat), dikenal sebagai komunikasi pemasaran atau marketing communication (Mar Comm).
Elemen-elemen dari marketing communication sebagaimana kita ketahui terdiri dari advertising, direct marketing, interactive/internet marketing, sales promotion, publicity/Public relation dan personal selling.
Sehubungan dengan kampanye yang dilakukan, maka terlihat bahwa sebagian dari para caleg berusaha menciptakan dan membangun personal branding yang baik dimata para pemegang hak suara agar pada akhirnya mau untuk memilih mereka, sementara sebagian lagi hanya bersifat memperkuat personal branding yang sudah dimiliki di mata para pemegang hak suara yang selama ini telah terbentuk.
Pertanyaannya kemudian, apakah pola komunikasi yang dilakukan oleh para Caleg tersebut melalui poster, spanduk dan baliho efektif dalam rangka membangun sebuah personal branding yang baik dalam waktu yang relative singkat ?
Mungkin bisa efektif, namun sangat diperlukan sebuah energi yang luar biasa besar dan dukungan sumber daya yang cukup agar bisa tercapai maksud dan tujuan tersebut, masalahnya tidak semua orang memiliki energi dan sumber daya seperti yang disyaratkan.
Makanya jangan heran kalau partai-partai berusaha menjaring public figure (agama, politik, entertaint, dll) yang sudah memiliki personal branding yang baik, tinggal dibentuk awareness bahwa si public figure adalah berasal dari partai A dengan nomor urut B.
Karena partai-partai tersebut juga tidak mau ambil resiko, para calegnya kalah akibat kurang dikenal oleh masyarakat yang pada ujungnya akan membuat partai tersebut lengser dari persaingan akibat tidak dapat memenuhi 2.5% kuota yang telah ditentukan (parliamentary threshold).
Dari sini jelas terlihat bahwa terdapat dua jenis proses pembentukan personal branding, yaitu secara evolusi yang tentu membutuhkan waktu tidak sebentar yang mungkin sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu, dan secara revolusi, dilakukan hanya dalam masa kampanye, yang membutuhkan waktu yang relative lebih cepat namun membutuhkan energi dan sumber daya yang luar biasa besar.
Istilah gaulnya, kalo mo instant, ya terima resikonya donk..
Akhir kata, mari, kita amati pemilu 2009 ini, perbedaan antara proses evolusi dan proses revolusi pembentukan personal branding dalam rangka memenangkan pemilu, kita lihat secara umum mana yang lebih berhasil dan apa sebabnya. Pelajaran ini sangat berharga bagi anda yang berniat untuk berpartisipasi dalam kompetisi memenangkan pemilu 2014 nanti.
.
Subscribe to:
Posts (Atom)