Elegi kesejahteraan para prajurit
Beberapa hari yang lalu kita dikejutkan oleh sebuah berita demontrasi yang dilakukan oleh para prajurit di markas Batalyon 751 Sentani Jayapura terhadap para perwira atasannya.
Sungguh suatu hal yang jarang terjadi dan hampir tidak mungkin terjadi di masa orde baru ataupun orde lama.
Sekiranya dimasa orde lama atau orde baru para prajurit berdemo, maka bentuk demo yang dilakukan adalah bentuk demo secara keseluruhan militer kepada pemerintahan alias pembangkangan militer alias kudeta.
Namun demo yang kemarin terjadi di lain dari pada yang lain, dari berita yang tersiar di media massa, bahwa demo tersebut dipicu dari ketidakpuasan dan kekecewaan para prajurit atas perlakuan para perwira atasannya dalam menyikapi wafatnya salah seorang rekan mereka sesama prajurit karena sakit.
Dengan alasan tidak ada biaya, maka jenazah rekan mereka tersebut tidak dapat dikirim pulang ke kampung halaman, dan setelah beberapa hari terkatung-katung, akhirnya komandan batalyon tersebut memutuskan untuk memotong uang makan dan meminta urunan dari para prajurit untuk biaya pengiriman jenazah ke kampung halamannya yang kemudian memicu protes dan demonstrasi.
Sebuah berita yang sangat menyesakkan dada, potret kesejahteraan prajurit lapis bawah.
Issue mengenai kesejahteraan prajurit lapis bawah adalah sebuah issue klasik dari jaman dahulu. Dari mulai banyaknya potongan yang diberlakukan baik resmi maupun tidak resmi, kelayakan gaji prajurit yang hanya mampu untuk mengebulkan dapur seper-empat bulan ke-depan sedangkan sisanya harus berhutang sana sini, dan lain sebagainya.
Hanya niat tulus menjadi abdi negara, menjadi barisan terdepan yang membela kedaulatan Negara, yang membuat mereka tetap tegar dan setia menjadi seorang prajurit.
Atas dasar ketidakmampuan negara mensejahterakan para prajurit tersebut, maka banyak sekali badan usaha militer didirikan, baik dalam bentuk yayasan maupun koperasi dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit.
Namun sekali lagi, masalah klasik kembali terjadi, banyak oknum perwira yang bermunculan, pada akhirnya hanya sedikit keuntungan dari badan usaha-badan usaha militer tersebut yang sampai ke para prajurit.
Sekarang, seiring dengan reformasi yang terjadi, bisnis militer tersebut menjadi sorotan publik, yang akhirnya diputuskan untuk menutup badan usaha-badan usaha militer tersebut, karena terlihat lebih mensejahterakan para perwiranya ketimbang prajuritnya dan banyaknya konflik kepentingan yang terjadi yang mendorong ketidaksehatan persaingan iklim bisnis di Indonesia.
Kembali, yang menjadi korban adalah para prajurit.
Rendahnya tingkat kesejahteraan dari para prajurit juga memicu kesenjangan dan kecemburuan antar angkatan sejak jaman dahulu. Karena peluang untuk menjadi oknum juga berbeda-beda antar satu instansi dengan instansi lainnya sesuai dengan wewenang masing-masing. Maka tidak heran kalau kita sering mendengar keributan antara tentara dengan polisi.
Dulu ketika polisi dan tentara masih menjadi satu kesatuan, banyak dari oknum tentara dan oknum polisi yang mencari tambahan penghasilan dengan menjadi bodyguard, beking dan lain sebagainya. Sebagai anak bungsu, tentu saja oknum polisi banyak mengalah dalam perebutan lahan
Namun setelah polisi dan tentara dipisah, menjadi setara, oknum tentara menjadi kehilangan lahan, mereka tidak lagi bisa dengan mudah mencari tambahan penghasilan karena berbenturan dengan oknum polisi yang juga mencari tambahan dan lebih berkuasa secara hukum.
Jadi teringat, masa-masa SMP dulu, Kebetulan rumah dan sekolah saya dulu dekat sekali dengan komplek militer (Kodam), jadi setiap berangkat dan pulang sekolah pasti berjalan kaki melewati kodam tersebut.
Salah satu statement yang sering dilontarkan dari teman-teman saya yang orang tuanya bekerja sebagai prajurit di kodam tersebut adalah
kalo kita minta bapak pulang bawa ayam, karena sudah sebulan lebih nggak makan ayam, maka bapak cuman bilang “ya nanti”
Tapi kalau bapak kita seorang polisi, maka mungkin malamnya ada bungkusan ayam yang bisa dibawa pulang untuk dinikmati
Issue-issue kesejahteraan prajurit, ditakutkan dapat melemahkan sistem pertahanan dan keamanan Negara kita. Apalagi di era informasi dan kebebasan pers saat ini, bagaimana dengan mudah seorang prajurit bisa melihat indahnya rumput tetangga.
Jika sang prajurit tidak memiliki iman yang kuat, kesetian terhadap Negara yang kuat, apa jadinya Negara kita ?
Semoga saja reformasi yang saat ini terjadi di tubuh militer dan polisi, memperhatikan juga issue-issue kesejahteraan para prajurit sehingga mengurangi peluang munculnya oknum yang dapat membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa dengan menjual bangsanya ke Negara lain.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment