Monday, July 27, 2009

Standarisasi… sinergi dunia pendidikan dengan dunia kerja….

Standarisasi… sinergi dunia pendidikan dengan dunia kerja….


Bah… Sekali lagi bah…

Piye iki… Sudah jam 1 pagi otak tak mau pula diajak kerja sama, sudah nggak mau dicecokin bahan-bahan ujian BSMR…. Ora mudeng mudeng…

Jurus-jurus SKS alias sistem kebut semalam yang jitu diimplementasikan waktu jaman-jaman kuliah dulu kayaknya nggak bisa dipake lagi buat ujian pagi ini

Huh… kalo bukan karena aturan yg mengharuskan untuk mengambil sertifikasi ini, tak mau pula awak bersusah payah menghafal dan menghafal

Macam mana pula ini kawan…. Sudah lelah bekerja, dipecut hingga larut malam…. musti belajar ilmu baru plus menghafal pula..

Ilmu baru ini sebetulnya sangat menarik…. tapi sampeyan tak kasih tau ya… sang instruktur mengajarnya secepat bis malam antar propinsi…. nggak ada pelan-pelannya… ga peduli tikungan atau polisi tidur… hajar bleh…

Mungkin karena dia merasa kita ini semuanya sudah punya dasar atau karena penghematan yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga training yang seharusnya diadakan 5 hari dipadatkan menjadi 3 hari… sigh….

Atau mungkin juga karena kinerja otak yang sudah melambat yang ada korelasinya dengan faktor U (umur) serta sudah dipenuhi oleh utang piutang kerjaan, baik kerjaan kantor maupun kerjaan rumah…

Sempet terlintas untuk bikin contekan….. tapi….. kalau ketangkep or ditegor sama pengawasnya gimana ? malu lah awak nanti di kantor…. apa kata dunia ?

Bah, knapa pula gw jadi berlogat logat campur-campur begeneee. Sudah nggak bener nech… bener bener nggak bener… Terjadi disorientasi di otak gw kayaknya…. dah lah santai dulu…. Kita mikir yg ringan-ringan aja…

Sembari nikmatin lagu-lagu slow bin romantis… gw jadi inget, betapa bahagianya setiap kali ngambil training yang diselenggarakan oleh kantor, sebuah ritual refreshing dan perbaikan gizi yang dibayarin kantor….

Kok bisa begitu ??? karena biasanya diadakan di luar kantor, di sebuah hotel berbintang….

So dah bisa ditebak donk… jauh dari rutinitas kantor dan yang paling penting adalah menu makanan yang biasanya nikzat… nikmat bin lezat.. ke ke ke….

Sekarang sih karena krisis ekonomi yang terjadi, trainingnya dirubah menjadi in-house training… di training centre… Hiks… tapi tetep aja masih lumayan daripada nggak sama sekali khan… xi xi xi

Biasanya di sepanjang training, sebagian besar bahkan mungkin seluruh pesertanya masih sempat melakukan multitasking job, dari mulai menerima telp baik untuk urusan kantor maupun urusan pribadi, masih sempet ketawa ketiwi, browsing ke internet, update facebook, chatting de el el

Tapi untuk training yang satu ini agak berbeda. Hampir seluruh peserta mengikuti training dengan penuh khidmat, bahkan kalau bisa tidak berkedip sama sekali
.
Memandang mulut sang trainer yang bergerak monyong kiri monyong kanan… dengan suaranya yang super cempreng… menyampaikan materi training yang coba disimak dengan seksama…. sementara otak mencoba menangkap bahan-bahan yang disampaikan, merangkainya dalam sebuah bahasa yg gampang dimengerti…. Dan cilakanya… nggak ngerti ngerti juga hua ha ha ha

Entah issue atau bukan namun berita mengenai sanksi administrative yang menghantui berupa turun jabatan dan atau pemotongan gaji membuat semua orang menjadi serius, en berusaha dengan keras… sekeras-kerasnya… supaya bisa lulus diujian nanti, males ngulang lagi karena kalau nggak lulus, selain malu dicela-cela oleh teman2 sekantor…. ngabisin waktu… en ada kemungkinan disuruh bayar sendiri pula buat ngulangnya…..

Tapi bener ya kata para orang bijak.. “Tujuan hidup akan menjadikan hidup lebih berarti dan bermakna tidak sekedar menjalaninya dengan biasa aja…”

Training kali ini menjadi lebih berarti karena tujuannya juga ada… supaya lulus… ga sampe kena sanksi administrative berupa turun jabatan or potong gaji… jadi pada serius khan…… hua ha ha

Belum lagi ujian BSMR itu khan ada levelnya dari mulai level 1, 2, 3, 4 dan 5. Ketentuan apakah kita harus mengambil sertifikasi, minimum level berapa sertifikasinya disesuaikan dengan level organisasi di kantor.

Gw sendiri bingung juga nech… harus bersyukur or ngedumel…. soale secara organisasi, gw harus ngambil BSMR hingga minimum level 2.

Satu aja segini ribet, gimana yg selanjutnya yak ? … just get it done aja dech….

Katanya sih, di 2010, semua karyawan bank yang terkena wajib sertifikasi, harus sudah mencapai level minimum yang disyaratkan, so bisa ketebak dunk, semua ngebut untuk mendapatkan sertifikasi, terutama yang levelnya buanyak tuch, ga kebayang dech, bisa setahun kerjanya cuman training en ujian. Itu kalo langsung lulus, kalo kagak ?

Mulai dech pikiran liar gw berkeliaran, gw jadi inget gegap gempita anak-anak sekolah yang beberapa waktu yang lalu baru menyelesaikan ujian nasional, sama aja khan sebenarnya, berarti gw pun mengalami ujian nasional di industri perbankan.

Nah.. menarik nech tuk dibahas, tentang standarisasi serta sinergi dunia pendidikan dengan dunia kerja.


Standarisasi

Gw termasuk yang setuju dengan adanya standarisasi di dunia pendidikan, jadi mo belajar dimana aja, di pelosok daerah Indonesia mana aja, kualitasnya sama…. Mo belajar di sekolah negeri maupun sekolah swasta, kualitasnya sama…


Ga peduli perubahan sistem politik, mau sentralisasi kek, desentralisasi kek, pokoknya setiap saat semua orang memperoleh hak yang sama untuk bisa mengakses pendidikan dengan kualitas yang sama di mana saja.

Karena dengan adanya perdagangan bebas yang akan diberlakukan di 2010, baik secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan tingkat persaingan yang ada, dan kalau kita tidak siap… walah…. Alamat cilaka dua belas rek !!!!

Masak orang Indonesia hanya mampu mengisi level managerial menengah ke bawah atau posisi-posisi pekerja kasar, atau bahkan menjadi penonton saja ???

Masak produk-produk kita hanya sekedar menjadi barang nomor dua dan atau menjadi barang pengganti kalo terpepet saja sih ???? seperti yang saat ini sudah terjadi…

Betapa rakyat Indonesia akan kembali lagi memasuki masa kelam masa penjajahan meskipun dalam bentuk yang berbeda, yaitu penjajahan ekonomi, akibat kesalahan bangsa kita sendiri tidak mempersiapkan SDM-nya untuk bersaing secara regional dan global.

Jika kita melihat dalam kerangka wawasan nusantara, Indonesia Raya tercinta… cie….. maka kita harus berpikir gimana caranya memajukan SDM di seluruh pelosok negeri agar bisa bersaing, dan untuk itu, standarisasi perlu dilakukan.

Harus ada sebuah standard minimum yang sama di seantero negeri, dan kalaupun karena kemampuan keuangan seseorang itu berlebih sehingga dia bisa memperoleh pendidikan yang lebih dari standard ditentukan, itu mah sah sah aja.

Tapi minimal, dengan standard minimum yang diberlakukan, sudah bisa meningkatkan daya saing pemuda Indonesia, sudah mampu menghadapi persaingan yang ada.

Pertanyaan ajaibnya khan, knapa harus memikirkan orang banyak ga diri sendiri aja ?

Soale di suatu titik, kita nggak bisa lagi individualisme, karena kalau sebagian besar rakyat Indonesia susah… cepat atau lambat semuanya akan merasakan susah juga… angka pengangguran bakal melonjak tinggi, tingkat kejahatan merambat naik, tiap hari ada demo, kerusuhan, dll… kecuali kalo harta kita akeh tenan (buanyak sekali) sehingga bisa pindah dari satu Negara ke Negara lain.

Tapi sebaliknya kalau banyak rakyat Indonesia makmur, tentu akan banyak lapangan kerja baru, pengangguran berkurang, tingkat kejahatan menurun tajam… everybody happy and no body get hurt….

Pemerintah, dalam hal ini Dep Pendidikan sangat memegang peranan penting dalam rangka membangun infrastruktur pendidikan baik fisik maupun non fisik (regulasi, dll) yang dibutuhkan yang disesuaikan dengan kompetensi bangsa dalam rangka menghadapi tantangan regional dan global baik saat ini serta masa yang akan datang.

Standarisasi dunia pendidikan dalam bentuk ujian nasional yang menentukan standard kelulusan minimum yang sama di seantero negeri, dengan menggunakan soal yang sama di seantero negeri adalah salah satu bentuk applikasi peranan pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan daya saing SDM Indonesia.
Ga peduli mo gimana cara belajarnya… mo sambil ngangon kambing kek, mandiin kerbau kek, jaga sawah en ladang kek… de el el… tapi ketika mengikuti ujian nasional bisa menjawab dan lulus.

Dan jika perlu, tiap tahun ditingkatkan nilai standard kelulusannya supaya SDM kita semakin siap untuk bersaing di kancah persaingan regional serta global.
Memang awalnya pasti berat, tapi itu harus dilakukan untuk menyelamatkan bangsa ini ke depan.

Dimana ada kemauan disitu ada jalan… For better humanity.. Cie…..

Dan sebetulnya dengan adanya standarisasi pendidikan dalam bentuk penerapan ujian nasional, secara tidak langsung juga mendukung upaya-upaya mempertahankan NKRI… apalagi di era otonomi daerah saat ini… ***dah mau tujuh belasan nech.. ke ke ke***

Standarisasi pendidikan juga bisa mengurangi kemacetan di kota-kota besar, mengurangi urbanisasi dan masih banyak hal positif lainnya.

Ngapain jauh2 pergi dari Papua ke Jakarta untuk belajar, kalau kualitasnya sama saja ?

Ngapain berangkat pagi2 dari rumah untuk mengejar sekolah favorite kalau sekolah yang dideket rumah punya kualitas yang sama. Kalo nggak karena sesuatu yang sangat significan mending pilih yang deket rumah tho…

Belum lagi dukungan dari kemajuan teknologi informasi yang semakin hari semakin canggih, dan penetrasinya yang semakin luas di masyarakat, sehingga kedepan semua orang bisa belajar dari mana aja, di mana aja, jam berapa aja, tinggal ikut ujian nasionalnya aja tho….

Jadi ada cara yang tradisional, ada cara yang digital…. Tapi diujungnya tetep sama ada standard kelulusan yang sama sehingga menghasilkan kualitas yang minimum sama, sisanya terserah masing-masing pribadi.


Sinergi dunia pendidikan dengan dunia kerja

Gw jadi mikir, kalau sekarang untuk ikut ujian sertifikasi BSMR masih dibayarin oleh kantor, gimana nanti ya ? setelah batas waktu berakhir… setelah 2010 ?… setelah semuanya diasumsikan telah menyelesaikan dan mengambil sertifikasi BSMR seperti yang disyaratkan.

Apakah nanti memiliki sertifikat BSMR menjadi salah satu syarat wajib ketika melamar perusahaan yang bergerak di industri keuangan ?

Mengambil contoh seperti yang dialami oleh para pekerja IT khususnya networking, salah satu syarat yang tertulis di iklan-iklan lowongan kerja adalah memiliki minimal sertifikasi CCNA.

Sesuatu yang tidak diajarkan di kampus namun sudah menjadi sesuatu yang umum yang harus dimiliki jika ingin melamar kerja di bidang IT khususnya networking.

Coba aja kita itung duitnya… kurang lebih 5 juta buat ikutan trainingnya, 2 juta buat ikut ujiannya.. jadi total jendral sekitar 7 juta buat mendapatkan sertifikasi tersebut, itu baru yang level terendahnya, gimana yang level selanjutnya.

Dan masih banyak contoh-contoh lain yang saat ini terjadi di dunia nyata, yang menunjukkan gap yang terjadi antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, semakin membuktikan bahwa para lulusan kampus belumlah siap pakai seperti yang diharapkan, dan mereka harus mengeluarkan uang lagi untuk mendapatkan sertifikasi keahlian yang disyaratkan.

Adalah harapan semua orang tua, ketika anaknya masuk ke sebuah universitas, maka ketika lulus bisa langsung memperoleh kerja, tapi nyatanya saat ini ?

Terlalu banyak un-expected costnya…. Kesian ya para orang tua kita dulu.. dan kita nantinya… hiks…

Mengutip pernyataan ajaib temen gw bahwa prosesi wisuda sama dengan proses pernikahan…. Dimana elo menjadi raja sehari saja… bedanya yang satu pake baju nikah yang satu lagi pake baju toga….

sebuah symbol perpindahan dari pelajar ke pengangguran…

tragis banget yak… Tapi dapat dimaklumi pernyataan ajaib tersebut jika kita melihat kenyataan yang ada… meskipun nggak semua orang sih.. khan ada juga yang jadi raja berhari-hari.. ke ke ke….

Padahal ya… Kalau kita bicara dengan menggunakan framework teori diamond-nya Michael porter mengenai keunggulan daya saing suatu bangsa… eh.. tau khan sapa Michael porter… itu loh.. saudaranya Harry Porter… hayah ngaco.. xi xi xi

Salah satu dari 4 diamondnya Michael Porter (sisanya baca sendiri yak) adalah related and supporting industri, atau industri-industri yang berhubungan dan mensupport industri utama. Gampangnya nech, sebuah industri bisa maju kalo mendapat dukungan dari industri lain yang sesuai.

Jadi sinergi antara dunia pendidikan dan dunia kerja sangat dibutuhkan supaya para lulusan universitas dapat langsung terjun ke dunia kerja tanpa harus mengeluarkan uang tambahan lagi dan perusahaan-perusahaan bisa mendapat sumber daya seperti yang diinginkan dan dibutuhkan untuk menghadapi persaingan yang ada.


Standarisasi… sinergi dunia pendidikan dengan dunia kerja…

Wah… Kalau benang merah pendidikan tercipta dari mulai pendidikan yang paling rendah hingga pendidikan yang paling tinggi, didukung adanya standard nasional yang mencerminkan keunggulan daya saing dan terjadi sinergi yang sangat kuat antara dunia pendidikan dan dunia kerja…

Mungkin biaya pendidikan kita bisa lebih murah…
Mungkin akan lebih banyak produk dan jasa kita yang mendunia….
Mungkin ga terlalu banyak orang-orang asing berseliweran menguasai high level management di negeri kita tercinta…
Mungkin juga nggak terlalu banyak penghianat-penghianat keilmuan macam gw ini…. Kuliahnya teknik sipil… kerjanya di Bank di bagian IT pula… hua ha ha ha….

Ternyata ya…. kalau dipikir-pikir…. problem pendidikan kita tidak semudah yang dibayangkan atau malah sebaliknya… tidak serumit yang dibayangkan… hua ha ha… look whose talking… every body can be a good commentator rite… xi xi xi

Kalo kata Gus Dur…. Gitu aja kok report….

Selesaikan saja dengan prinsip seorang konsultan…. your problem is our opportunity….


Huah,,, jam berapa nech…. Mulai ngantuk… walah.. dah jam 6 pagi !!!! gawat !!! ujian jam 10.. belum hapal semua nech…. Gimana dunk…. !@#!@$!@#@#!$@!



http://helallf.wordpress.com/
http://helallf.blogspot.com/
http://helallf.blogdetik.com/

Monday, July 13, 2009

Menganalisa iseng-iseng atau iseng-iseng menganalisa nomor urut dan slogan para Capres dan hubungannya dengan kekalahan atau kemenangan mereka.

Menganalisa iseng-iseng atau iseng-iseng menganalisa nomor urut dan slogan para Capres dan hubungannya dengan kekalahan atau kemenangan mereka.



Pilpres 2009 akhirnya beres juga, sekarang tinggal menunggu hasil akhirnya saja.

Namun meskipun hasil resminya belum diumumkan tapi hasil quick count menunjukkan bahwa pasangan SBY-Boediono menang telak atau menang mutlak dengan perolehan suara kurang lebih 60%, diikuti runner up pasangan Mega-Prabowo 27% dan yang paling buncit 13% pasangan JK-Win

Kalo dilihat dari angkanya, dan jika nanti hasil KPU tidak berbeda jauh dengan hasil quick count, maka kelihatannya wacana pilpress satu putaran akhirnya terpenuhi.

Semoga saja hasil dari quick count tidak berbeda dengan pengumuman KPU, tidak seperti kasus Jawa Timur beberapa waktu yang lalu, hasil quick count dan hasil pengumuman KPU berbeda, hasil quick count yg menang calon A sedangkan hasil KPU yang menang calon B.

wah kalau terjadi, gimana ya ? masa harus mengulang pemilu di beberapa wilayah Indonesia atau malah seluruh wilayah Indonesia…

Ambil positifnya aja… libur lagi donk… horee…

memang nggak jauh dech mental bangsa kita… ke ke ke…

Sambil menunggu hasil resminya, kayaknya enak juga mikir yang lucu-lucu, mikirin hubungan antara nomor urut dan slogan para capres dengan kemenangan atau kekalahan mereka.

Tentu saja nggak ada data yang akurat, maksudnya tidak memakai ilmu statistik, wong ini cuman pemikiran iseng-iseng aja kok.. xi xi xi…

Sebenarnya sih pikiran ini sudah ada sejak sebelum pilpress, draft tulisannya pun dah dibuat sebelum pilpress, cuman karena sesuatu hal, baru di upload sekarang… :) … nanti juga ketemu alasannya kenapa… ke ke ke ke


Nomor urut

Mentalitas bangsa kita yang terbiasa dijajah, baik oleh bangsa sendiri maupun bangsa lain secara langsung dan tidak langsung telah membentuk mentalitas nomor dua.

Rasa minder, tidak percaya diri dan ketakutan yang telah sekian lama terbentuk membuat kebanyakan dari masyarakat kita kurang memiliki jiwa untuk berkompetisi, tidak mau untuk tampil ke depan.

Semangat gotong royong dan slogan kebersamaan yang salah kaprah, membuat mayoritas bangsa kita enggan untuk tampil berbeda, enggan untuk terlalu menonjol,

Nggak mau menjadi yang pertama, tapi nggak mau juga jadi yg terakhir, pokoke segalanya harus selalu sama-sama.

Jadi kalau dihadapkan pada tiga pilihan, ya sudah bisa ditebak dunk.. secara psikologis ga terlalu percaya diri untuk memilih nomor satu, namun juga tidak mau milih yang buntut.


Slogan

Semua pasti sudah pada tahu khan slogan dari masing-masing capres, dan sesuai dengan teori marketing, khususnya Marketing Communication, bahwa pemilihan slogan yang tepat bisa mempengaruhi persepsi konsumen, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi penjualan produk.


Pro Rakyat

Dengan menginterprestasikan rakyat sebagai wong cilik, petani dan nelayan, slogan ini sepertinya berusaha menggugah CLBK alias cinta lama bersemi kembali.

Tapi, yang gw tangkap, bagi sebagian orang slogan ini cukup menakutkan terutama yang menengah ke atas plus Negara lain, karena seolah-olah akan terjadi “nasionalisasi” dan akan terjadi proses “sosialisme”

Cilakanya, bangsa kita sudah sejak lama didoktrin untuk membenci hal-hal yang berbau sosialis dan komunis, karena akan membawa malapetaka bagi rakyat banyak, akan banyak kerusuhan dan lain sebagainya.

Dan biasanya kalau ada kerusuhan di dalam negeri ini, yang bakal susah juga rakyat kecil, wong yang besar-besar sudah pada kabur ke luar negeri.

Jadi kurang popular dech…


Lanjutkan

Bangsa kita terkenal sebagai bangsa pelupa, entah memang bener-bener pelupa karena kekurangan gizi atau memang ingin melupakan peristiwa yang lalu-lalu, sebagai bagian dari upaya untuk melupakan masa lalu yang kelam untuk tidak menjadi seseorang yang pendendam.

Dan kita pun sudah sejak lama didoktrin bahwa bangsa kita ini kaya raya gemah ripah loh jinawi, ibaratnya lempar kayu dimana saja bisa tumbuh pohon. Jadi buat apa susah susah wong segalanya sudah ada.

Secara tidak sadar, kita sudah berada di sebuah keadaan yang sering disebut dengan “comfort zone” yang membuat kita menjadi kurang kreatif.

Dan itu menjawab pertanyaan kenapa negara-negara yang miskin kekayaan alamnya lebih maju dari pada negara yang kaya raya kekayaan alamnya seperti kita ini… soalnya kita kurang punya “the power of kepepet”

Kombinasi antara pelupa dan comfort zone, membuat kita malas untuk mencoba hal-hal yang baru kalau tidak terpaksa buanget, meskipun mungkin pengalaman masa lalu kita mengajarkan kita untuk melakukan hal tersebut.

Lebih baik dilanjutkan saja yang sudah ada, daripada coba-coba nanti nggak jelas atau malah bikin hidup nggak nyaman lagi…

So, slogan ini lebih mengena di hati mayoritas masyarat kita bukan ?


Lebih cepat lebih baik

Aduuuhh… ini slogan benar-benar melanggar pakem yang ada… sudah jelas-jelas bangsa kita ini menganut paham “kalo bisa dipersulit kenapa harus di permudah…. Kalo bisa diperlambat mengapa dipercepat…”

Ya nggak bakal jadi pilihan favorite lah… bisa mengancam objekan banyak orang, iya tho..

Mungkin ada yang protes dengan mengatakan bahwa “lebih cepat lebih baik” bisa juga berarti melakukan suap atau korupsi supaya sesuatu yang diurus menjadi lebih cepat selesai..

Nah itu die, pan seperti yang sudah dibilang sebelumnya, mentalitas bangsa kita yang enggan di depan, enggan juga di buncit, cenderung cari aman.

Jadi masih malu-malu kucing untuk mengakui bahwa korupsi yang terjadi di negara kita tercinta ini sudah dilakukan secara berjamaah dan menjadi budaya bangsa kita.



Kesimpulannya apa dunk…

Kesimpulannya sih… kalau dipikir-pikir… ternyata rumit juga ya kalau mau kampanye.. harus mikirin banyak hal, mulai dari yang masuk akal sampe yang nggak masuk akal… he he he…..

En jadi ngerti khan knapa tulisan ini baru gw upload sekarang….
alasannya sama kok… cari aman juga… biar nggak digugat.. hua ha ha ha….



http://helallf.wordpress.com/
http://helallf.blogspot.com/
http://helallf.blogdetik.com/

Thursday, July 9, 2009

Antara slogan para Calon Presiden dan memilih koneksi internet….

Antara slogan para Calon Presiden dan memilih koneksi internet….



Di pameran komputer beberapa waktu yang lalu, seorang sahabat meminta pendapat mengenai koneksi internet apa yang kualitasnya bagus dan murah, dia mau mengganti yang sudah dipakai saat ini, yang menurutnya sangat mengecewakan… sering putus nyambung dan lambatnya luar biasa…

Sebuah kombinasi yang diidamkan oleh orang banyak bukan, kualitas bagus dan murah !!!

Susah.. susah gampang ya menjawabnya…..

Habis mau gimana lagi… semua pasti ada implikasinya…. Ada harga ada rupa…. you buy peanut you get monkey.. and you are not monkey right ?

Meskipun tampak di depan mata, adanya perang harga dari para operator yang mengepung kita, saling menawarkan sambungan internet dengan harga murah, dan saling mengklaim yang termurah, yang seolah-olah menguntungkan kita para konsumen, namun pasti di suatu titik ada batasnya… ada posisi dimana konsumen diuntungkan, namun ada juga posisi dimana konsumen dirugikan.

Jika margin sudah tidak bisa lagi dimainkan, pasti ada yang dikorbankan karena nggak mungkin perusahaan mau rugi… teori ekonominya khan gampang aja…. Dalam rangka bertahan hidup di tengah kompetisi yang semakin kuat, pilihannya ya antara mengurangi pendapatan atau mengurangi pengeluaran… seng penting perusahaan tidak nombok….

Akhirnya, perusahaan-perusahaan pun mengakalinya dengan melakukan diffrensiasi produk, ada produk premium alias high end, ada produk medium dan ada produk yang low end….. Maksudnya sih biar bisa subsidi silang dan tetep untung.

Gw jadi inget pembicaraan dengan salah seorang sahabat yang bekerja di perusahaan automotif, dia bilang bahwa cuman di Indonesia produknya dibikin banyak kelas dari mulai yang Tanpa AC - Tanpa Power Steering, Dengan AC - Dengan Power Steering, Dengan AC - Dengan Power Steering plus automatic transmission. Sedangkan di negara lain biasanya dijual hanya dalam bentuk 1 jenis produk, yaitu automatic plus (maksudnya semua dah lengkap).

Nggak tau juga dech pertanda apa itu, apakah bangsa kitanya yang bego mau aja di bikin kelas-kelas seperti itu atau memang bangsa kita yang terlalu kreatif…

Semakin membuktikan kata-kata guru SMA gw dulu… antara jenius dengan gila itu tipis bedanya… equal dengan antara bego dan kreatif…. hua ha ha….

Kembali ke topik semula mengenai sambungan internet, kadang gw suka iri bin minder kalau mendengar cerita teman-teman yang tinggal di negara tetangga. Mereka memiliki sambungan internet ke rumah mereka dengan biaya yang relative murah dengan pipa jaringan 10 Mbps !!! bayangkan….. bisa download apa aja dalam sekejap…bisa akses informasi apa saja dengan cepat !!! Ataupun sambungan nirkabel yang benar-benar HSPDA 3.5 Mbps bukan HSPDA HSPDA-an, jadi mo connect ke internet dari mana aja, kapan saja sama cepatnya.

Ekonomi biaya tinggi, dan faktor geografis Indonesia yang luas dan berpulau-pulau sering kali dituding sebagai penyebab mahalnya harga sambungan internet di Indonesia.

Untuk yang satu ini, gw pernah mendapat input dari seorang sahabat yang bekerja di operator telekomunikasi,

Menurut dia, biaya biaya tenaga kerja buat gali-gali untuk jalur kabel, bangun BTS dan infrastructure fisik lainnya tiap tahun meningkat, biaya ijin dan uang “kesejahteraan lainnya” untuk para oknum pejabat tiap tahun juga meningkat, harga barang-barang telekomunikasi teknologi baru yang lebih berkualitas juga meningkat, (soalnya kalo beli yang ecek-ecek resikonya kekecewaan pelanggan yang ujung-ujungnya ditinggalin pelanggan), belum lagi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar,

sementara para pelanggan di Indonesia dengan sifat konsumtifnya dan adanya persaingan yang ketat antara operator, sudah terbiasa diberikan teknologi yang terbaru dengan ekspektasi harga yang semakin murah, karena memang trend-nya teknologi itu semakin lama semakin murah dan memang diciptakan untuk semakin efisien dan efektif serta meningkatkan produktifitas.

Bisa ditebak dong… dimana akhirnya terjadi pengorbanannya.. apalagi kalo bukan kualitas…..

Gw sendiri sudah berpindah-pindah dari satu provider ke provider yang lainnya…. Dari mulai yang dengan-kabel hingga tanpa-kabel.. semuanya sama… sama-sama pilih yang paling murah… dan… sama-sama lambat…. Hua ha ha ha…

Memang sih… kalo merujuk pada teori Maslow tentang teori kebutuhan… dari sudut pandang konsumen sih jelas….

Basic need, pertama-tama sih yang penting bisa tersambung ke internet… biar lambat yang penting nyambung aja dulu….

Security need, mulai mikir gimana caranya punya account email sendiri supaya bisa email-emailan dengan teman, dan lain sebagainya

Social needs, biasa dech mulai gaul, ikut milis, ikutan facebook, mulai download lagu, film, dan lain sebagainya

Self Esteem needs… mulai mikir dech gimana caranya bisa tenar di internet, mulai nulis nulis di millis, mulai mikir cari duit di internet, mulai mikir gimana caranya supaya punya web site sendiri, blog sendiri, dan lain sebagainya…

Self actualization needs… ini yang paling mature, gimana caranya bisa dapet informasi secara real time, apalagi kalo penghasilan dia tergantung dari internet seperti temen-temen gw yang main saham atau yang sudah menerapkan virtual office alias kerja dari mana aja…. Sangat jelas khan… ujung-ujungnya pasti butuh sambungan internet yang lebih cepat lagi, lebih besar lagi pipanya…

Tapi khan kembali… how far can you go… ada uang ada rupa… cilakanya… kadang kita nggak bisa objektif mengukur tingkat harapan kita dengan kemampuan kantong kita… jadinya kita mengutuk sang operator sepuas-puasnya…. hua ha ha

Akhirnya gw bilang sama temen gw, kalo mau milih operator internet ya tergantung tingkat kebutuhan dia serta kocek yang dimiliki…. Mirip-mirip dengan slogan para capres kita lah…

Kalo punya uang pas-pas an… tingkat kebutuhannya juga… ya.. maksimal mungkin masih di social needs or self actualization needs… ya udah… pilih aja yang Pro Rakyat…alias unlimited…

Kalo butuhnya bener-bener real time karena tuntutan pekerjaan atau karena alesan apapun juga dan uang ga masalah… ya udah… pilih yang lebih cepat dan lebih baik… yang premium…

Nah karena dah tau bahwa semuanya sama aja, en uang juga terbatas, maksudnya kalaupun pindah provider tetep aja pilih yang paling murah… belum lagi ada switching cost (biaya pindah ke provider lain) yang tidak murah… tidak semurah seperti kita ganti nomor telephone….. mending Lanjutkan saja….


http://helallf.wordpress.com/
http://helallf.blogspot.com/
http://helallf.blogdetik.com/

Antara slogan para Calon Presiden dan memilih koneksi internet….

Antara slogan para Calon Presiden dan memilih koneksi internet….



Di pameran komputer beberapa waktu yang lalu, seorang sahabat meminta pendapat mengenai koneksi internet apa yang kualitasnya bagus dan murah, dia mau mengganti yang sudah dipakai saat ini, yang menurutnya sangat mengecewakan… sering putus nyambung dan lambatnya luar biasa…

Sebuah kombinasi yang diidamkan oleh orang banyak bukan, kualitas bagus dan murah !!!

Susah.. susah gampang ya menjawabnya…..

Habis mau gimana lagi… semua pasti ada implikasinya…. Ada harga ada rupa…. you buy peanut you get monkey.. and you are not monkey right ?

Meskipun tampak di depan mata, adanya perang harga dari para operator yang mengepung kita, saling menawarkan sambungan internet dengan harga murah, dan saling mengklaim yang termurah, yang seolah-olah menguntungkan kita para konsumen, namun pasti di suatu titik ada batasnya… ada posisi dimana konsumen diuntungkan, namun ada juga posisi dimana konsumen dirugikan.

Jika margin sudah tidak bisa lagi dimainkan, pasti ada yang dikorbankan karena nggak mungkin perusahaan mau rugi… teori ekonominya khan gampang aja…. Dalam rangka bertahan hidup di tengah kompetisi yang semakin kuat, pilihannya ya antara mengurangi pendapatan atau mengurangi pengeluaran… seng penting perusahaan tidak nombok….

Akhirnya, perusahaan-perusahaan pun mengakalinya dengan melakukan diffrensiasi produk, ada produk premium alias high end, ada produk medium dan ada produk yang low end….. Maksudnya sih biar bisa subsidi silang dan tetep untung.

Gw jadi inget pembicaraan dengan salah seorang sahabat yang bekerja di perusahaan automotif, dia bilang bahwa cuman di Indonesia produknya dibikin banyak kelas dari mulai yang Tanpa AC - Tanpa Power Steering, Dengan AC - Dengan Power Steering, Dengan AC - Dengan Power Steering plus automatic transmission. Sedangkan di negara lain biasanya dijual hanya dalam bentuk 1 jenis produk, yaitu automatic plus (maksudnya semua dah lengkap).

Nggak tau juga dech pertanda apa itu, apakah bangsa kitanya yang bego mau aja di bikin kelas-kelas seperti itu atau memang bangsa kita yang terlalu kreatif…

Semakin membuktikan kata-kata guru SMA gw dulu… antara jenius dengan gila itu tipis bedanya… equal dengan antara bego dan kreatif…. hua ha ha….

Kembali ke topik semula mengenai sambungan internet, kadang gw suka iri bin minder kalau mendengar cerita teman-teman yang tinggal di negara tetangga. Mereka memiliki sambungan internet ke rumah mereka dengan biaya yang relative murah dengan pipa jaringan 10 Mbps !!! bayangkan….. bisa download apa aja dalam sekejap…bisa akses informasi apa saja dengan cepat !!! Ataupun sambungan nirkabel yang benar-benar HSPDA 3.5 Mbps bukan HSPDA HSPDA-an, jadi mo connect ke internet dari mana aja, kapan saja sama cepatnya.

Ekonomi biaya tinggi, dan faktor geografis Indonesia yang luas dan berpulau-pulau sering kali dituding sebagai penyebab mahalnya harga sambungan internet di Indonesia.

Untuk yang satu ini, gw pernah mendapat input dari seorang sahabat yang bekerja di operator telekomunikasi,

Menurut dia, biaya biaya tenaga kerja buat gali-gali untuk jalur kabel, bangun BTS dan infrastructure fisik lainnya tiap tahun meningkat, biaya ijin dan uang “kesejahteraan lainnya” untuk para oknum pejabat tiap tahun juga meningkat, harga barang-barang telekomunikasi teknologi baru yang lebih berkualitas juga meningkat, (soalnya kalo beli yang ecek-ecek resikonya kekecewaan pelanggan yang ujung-ujungnya ditinggalin pelanggan), belum lagi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar,

sementara para pelanggan di Indonesia dengan sifat konsumtifnya dan adanya persaingan yang ketat antara operator, sudah terbiasa diberikan teknologi yang terbaru dengan ekspektasi harga yang semakin murah, karena memang trend-nya teknologi itu semakin lama semakin murah dan memang diciptakan untuk semakin efisien dan efektif serta meningkatkan produktifitas.

Bisa ditebak dong… dimana akhirnya terjadi pengorbanannya.. apalagi kalo bukan kualitas…..

Gw sendiri sudah berpindah-pindah dari satu provider ke provider yang lainnya…. Dari mulai yang dengan-kabel hingga tanpa-kabel.. semuanya sama… sama-sama pilih yang paling murah… dan… sama-sama lambat…. Hua ha ha ha…

Memang sih… kalo merujuk pada teori Maslow tentang teori kebutuhan… dari sudut pandang konsumen sih jelas….

Basic need, pertama-tama sih yang penting bisa tersambung ke internet… biar lambat yang penting nyambung aja dulu….

Security need, mulai mikir gimana caranya punya account email sendiri supaya bisa email-emailan dengan teman, dan lain sebagainya

Social needs, biasa dech mulai gaul, ikut milis, ikutan facebook, mulai download lagu, film, dan lain sebagainya

Self Esteem needs… mulai mikir dech gimana caranya bisa tenar di internet, mulai nulis nulis di millis, mulai mikir cari duit di internet, mulai mikir gimana caranya supaya punya web site sendiri, blog sendiri, dan lain sebagainya…

Self actualization needs… ini yang paling mature, gimana caranya bisa dapet informasi secara real time, apalagi kalo penghasilan dia tergantung dari internet seperti temen-temen gw yang main saham atau yang sudah menerapkan virtual office alias kerja dari mana aja…. Sangat jelas khan… ujung-ujungnya pasti butuh sambungan internet yang lebih cepat lagi, lebih besar lagi pipanya…

Tapi khan kembali… how far can you go… ada uang ada rupa… cilakanya… kadang kita nggak bisa objektif mengukur tingkat harapan kita dengan kemampuan kantong kita… jadinya kita mengutuk sang operator sepuas-puasnya…. hua ha ha

Akhirnya gw bilang sama temen gw, kalo mau milih operator internet ya tergantung tingkat kebutuhan dia serta kocek yang dimiliki…. Mirip-mirip dengan slogan para capres kita lah…

Kalo punya uang pas-pas an… tingkat kebutuhannya juga… ya.. maksimal mungkin masih di social needs or self actualization needs… ya udah… pilih aja yang Pro Rakyat…alias unlimited…

Kalo butuhnya bener-bener real time karena tuntutan pekerjaan atau karena alesan apapun juga dan uang ga masalah… ya udah… pilih yang lebih cepat dan lebih baik… yang premium…

Nah karena dah tau bahwa semuanya sama aja, en uang juga terbatas, maksudnya kalaupun pindah provider tetep aja pilih yang paling murah… belum lagi ada switching cost (biaya pindah ke provider lain) yang tidak murah… tidak semurah seperti kita ganti nomor telephone….. mending Lanjutkan saja….


http://helallf.wordpress.com/
http://helallf.blogspot.com/
http://helallf.blogdetik.com/